Oleh Luhut Binsar Pandjaitan
Kunjungan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu ke Australia mendapatkan respons yang luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan kedatangan Menteri Industri dan Ilmu Pengetahuan Australia ke kantor saya pagi ini. Di hadapan seluruh delegasi Australia yang hadir, saya pun mengulangi kalimat yang pernah diucapkan oleh Presiden @jokowi beberapa waktu lalu yaitu jika Indonesia yang kaya cadangan nikel dan Australia sebagai produsen terbesar lithium saling bekerja sama, akan menjadi kerjasama yang hebat untuk mempromosikan transportasi rendah emisi di masa depan.
Menurut Climate Energy Finance (2023), Australia merupakan produsen Lithium terkemuka di dunia. Diperkirakan jumlah Lithium yang belum diproses dan tersimpan di Negeri Kanguru tersebut sebesar 46 persen di 2021, dan meningkat jadi 79 persen. Dengan jumlah nilai ekspor Lithium senilai 16 miliar dollar AS di tahun 2023, dan mengalami kenaikan 15 kali lipat dalam dua tahun. Selain itu dalam Australia’s Progress on the Energy Transition 2023, mereka juga sedang meningkatkan tingkat dekarbonisasi listrik secara signifikan pada 2030 mendatang. Hal ini juga tentunya sejalan dengan visi dan cita-cita Indonesia untuk mengejar target emisi nol di tahun 2060.
Dengan posisi strategis sebagai negara tetangga, kami akan terus menjalin komunikasi dan mempertimbangkan beberapa kemudahan kebijakan yang tentunya masih relevan dengan komitmen awal Indonesia yang bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan. Saya percaya bahwa kerja sama ini adalah sesuatu yang perlu diupayakan guna memperkuat sinergi dalam pengembangan industri baterai kendaraan listrik Indonesia dan Australia serta akan berkontribusi besar pada rantai pasok global untuk suplai kebutuhan baterai dan mineral penting. (*)