EKSPOSNUSA – Sebagai bagian dari Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi Lampung, Muhammad Alzier Dianis Thabranie, mengaku turut prihatin dan menyesalkan pernyataan Parosil Mabsus, mantan bupati lampung barat sekaligus Ketua DPC PDIP Lampung Barat, yang belum lama ini menuai beragam kecaman dari berbagai kalangan warga persyarikatan Muhammadiyah Lampung.
Hal tersebut lantaran pernyataan Parosil yang dinilai mendikotomikan NU dan Muhammadiyah, serta dianggap mendiskreditkan ormas Islam tertua di Indonesia tersebut, saat berorasi di acara Pendidikan Dasar Nahdlatul Ulama di Lampung Barat, tepatnya di Kecamatan Suoh pada Minggu (6/8/2023) lalu.
Menurut Alzier, wawasan kebangsaan mantan bupati lampung barat itu patut dipertanyakan. Bahkan sosok Parosil Mabsus, menurut Alzier, dianggap berbahaya dan tidak layak menjadi pemimpin.
“Dia harus banyak belajar sejarah dulu sebelum menjadi pemimpin. Bagaimana ingin menyatukan masyarakat kalau pikiran dan ucapan ngalor ngidul begitu,” tukas Putra mendiang Muhammad Thabranie Daud, tokoh NU Lampung.
Alzier juga menuturkan, Muhammadiyah dan NU bagaikan jiwa dan raga bangsa ini. Kedua ormas Islam terbesar itu tidak bisa dikotomikan seperti pernyataan Parosil. Selain itu, Alzier mengulas tentang pendiri kedua ormas Islam tersebut, yakni KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari.
“Beliau berdua adalah tokoh besar bangsa ini, pendiri dua organisasi kemasyarakatan islam terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Beliau berdua adalah ulama panutan bangsa kita yang hidup sezaman, bahkan bersahabat, serta sama-sama santri atau murid dari Syaikhona Kholil Bangkalan Madura,” tutur Mustasyar NU Lampung ini.
Karena itu, terus Alzier, kedua ormas Islam tersebut jangan dipertentangkan (dikotomi) lantaran memiliki perannya masing-masing. Bahkan memiliki jasa atas berdirinya republik ini.
“Catat, ya! Hanya mereka yang tidak ingin umat bersatu yang mempertentangkan kedua ormas pendiri republik ini. Jadi pernyataan-pernyataan yang mengadu domba dan memecah belah harus diabaikan. Bila perlu tidak usah didengar lagi,” tegas Putra Walikota Bandarlampung periode 1969 – 1976 ini.
Untuk itu Alzier meminta masyarakat untuk menyaring dan memilah pernyataan-pernyataan yang akan membuat perpecahan.
“Kalau sekiranya ngawur, jangan diikuti,” tukas Alzier, seraya mengaku sangat malu dengan ucapan Parosil di acara NU tersebut.
Diketahui, Parosil Mabsus mengeluarkan pernyataan dan viral di media sosial lewat rekaman video. Berikut petikan pernyataannya:
“Yang namanya NU ini berada di mana-mana, sama dengan Pak Parosil. Pak Parosil hari ini adalah ketua DPC PDIP Lampung Barat. Mas Jafar juga Ketua (DPC) PKB Lampung Barat. Tapi kami berdua ini mempunyai niat yang sama, membesarkan Nahdlatul Ulama,” ucapnya.
Kemudian Parosil menyatakan agar warga NU yang hadir untuk tidak ragu-ragu bergabung dengan partai politik mana saja.
“Mungkin hari ini ada di antara kalian yang ikut pendidikan ini mungkin di luar dari partai saya (PDIP) ataupun partai Mas Jafar (PKB). Mungkin ada di kuning, mungkin ada di hijau,” ucap Ketua DPC PDIP Lampung Barat ini.
Namun kemudian, di akhir video ia melarang audiens untuk bergabung ke PAN serta PKS. Menurut dia, dua partai tersebut memiliki pemahaman yang berbeda.
“Yang penting jangan masuk yang dua, karena yang dua ini berbeda pemahamannya dengan kita. Yang pertama itu Partai Amanat Nasional (PAN) karena itu organisasinya Muhammadiyah yang kedua PKS. Kalau yang lain monggo-monggo wae (silakan saja),” ajak Parosil.
Sontak, pernyataan tersebut menuai berbagai komentar kecaman warga persyarikatan Muhammadiyah. Apalagi pernyataan tersebut sangat mengandung ajakan diskriminasi.
Lantaran itulah, Parosil yang kader PDI Perjuangan dituding anti Pancasila dan dianggap menista kebhinekaan yang menjadi falsafah bangsa Indonesia.
Ditambah lagi ada banyak komentar netizen agar Parosil dipecat dari partai berlambang banteng moncong putih itu. Karena dianggap mempermalukan PDIP sebagai partai yang dikenal sangat nasionalis.
Diketahui, Ayahanda Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, mendiang Ir. Soekarno (Presiden Pertama Republik Indonesia) melalui berbagai buku-buku sejarah mengaku sebagai kader tulen Muhammadiyah. Bahkan dalam bukunya “Di Bawah Bendera Revolusi” Ir. Soekarno berwasiat jika dirinya meninggal dunia keranda yang mengusung jazadnya ingin diselimuti bendera dan panji-panji Muhammadiyah.
Selain itu, Panglima Besar Soedirman, bapak angkatan bersenjata Indonesia, adalah anak kandung Muhammadiyah. Jenderal Besar kelahiran Purbalingga, 24 Januari 1916 itu merupakan guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah Cilacap, dan aktivis Pemuda Muhammadiyah sekaligus kader Hizbul Wathan Banyumas.
Belum lagi, mendiang Ibunda Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ibu Fatmawati, memiliki orang tua yang aktif di persyarikatan Muhammadiyah.
Ayah Ibu Fatmawati bernama Hasan Din dan ibunya bernama Siti Jubaidah. Keduanya telah menjabat sebagai konsul Persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiah sejak Fatmawati menginjak usia remaja. (*)