EKSPOS – PDI Perjuangan mengancam tak akan melantik caleg terpilih jika Ganjar-Mahfud kalah di wilayah caleg tersebut.
Bahkan ancaman tersebut sudah tertuang di surat intruksi kepada seluruh struktur partai Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Dilansir berbagai media, surat perintah bernada ancaman itu telah ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekartoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto.
Surat edaran itu dikeluarkan pada 16 Desemberi 2023 yang ditujukan kepada DPD PDIP, DPC PDIP, serta Caleg PDIP.
Dalam surat itu tertulis wajib memenangkan PDIP dan Ganjar-Mahfud di setiap TPS hingga berjenjang ke atas.
Suara Ganjar-Mahfud harus linier diantara suara caleg dan suara partai.
Dijelaskan pula, dimana setiap TPS perolehan suara caleg di setiap dapil minimal harus linier, yakni sama dengan perolehan suara Ganjar-Mahfud.
Bahkan suara paslon 03 harus lebih besar dari suara caleg untuk mencapai target pemenangan Pilpres 2024.
Dalam surat itu juga dijelaskan bagi caleg yang perolehan suaranya tidak linier dengan suara Ganjar-Mahfud maka PDIP akan mempertimbangkan untuk tidak melantik caleg terpilih.
Hal tersebut dibenarkan pula oleh Wakil Ketua Dewan Kehormatan PDIP Sulsel, Andi Ansyari Mangkona.
Ia mengatakan imbauan yang dilayangkan oleh DPP sudah lebih dahulu dilakukan oleh DPD PDIP.
Bahkan Ansyari mengatakan kader senior telah mendapat instruksi tersebut dari Ketum PDIP sejak dahulu.
“Wajarlah, memang kita sudah lakukan itu, tanpa surat itu juga kita sudah bergerak masif, apalagi kami kader senior dari dulu instruksi ketum kita harus begitu,” ungkapnya, seperti dikutip tribunnews.com, belum lama ini.
Sementara itu, menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai sikap PDI-P itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Sebab, UU Pemilu mengatur bahwa penetapan calon terpilih adalah kewenangan KPU, bukan partai politik.
“Aneh aja itu aturan kalau dibaca dalam konteks prosedur penentuan dan penetapan calon terpilih berdasarkan UU Pemilu. Bagaimana bisa partai yang menentukan apakah seorang caleg terpilih bisa dilantik atau tidak?” kata Lucius Karus, seperti dikutip kompas.com, Senin (19/2/2024).
Berdasarkan Pasal 246 UU Pemilu, penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota hanya bisa dilakukan dalam empat kondisi, yakni bila yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri.
Kemudian, tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota dewan, serta terbukti melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Oleh sebab itu, Lucius menekankan bahwa partai politik tidak memiliki wewenang untuk menentukan siapa caleg yang dilantik sebagai anggota dewan.
“Kalau pakai kebijakan internal PDI-P soal perolehan suara harus linear dengan pencapaian suara capres yang diusung PDI-P, ya bisa-bisa tak ada caleg PDI-P yang bisa dilantik pada 1 Oktober 2024,” kata Lucius.
“Entah siapa yang akhirnya mengisi kursi parlemen PDI-P itu akhirnya jika memakai syarat suara caleg harus linear dengan suara calon presiden dan wakil presiden dari PDI-P,” imbuh dia.
Lucius berpandangan, instruksi dari PDI-P agar perolehan suara caleg dan pasangan capres-cawapres mesti liner adalah strategi partai agar para caleg ikut mengampanyekan kandidat yang diusung, bukan diri mereka sendiri.
“Cuma ya itu, caleg kan bisanya hanya berkampanye saja. Yang akhirnya menentukan siapa yang akan dipilih oleh pemilih tetap saja adalah pemilih sendiri,” ujar Lucius.
Sebelumnya, beredar surat insturksi dari DPP PDI-P kepada caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota se-Indonesia untuk memenangkan PDI-P dan pasangan Ganjar-Mahfud dari tingkat TPS hingga provinsi.
Dalam surat itu, DPP menginstruksikan agar suara yang diperoleh Ganjar-Mahfud harus linier dengan para caleg, bahkan lebih besar.
Bagi caleg yang perolehan suaranya tidak linier, DPP PDI-P akan mempertimbangkan caleg tersebut tidak akan dilantik sebagai anggota dewan terpilih.
Politikus PDI-P Aria Bima tidak membantah akan keberadaan surat tersebut. Ia pun mengakui bahwa dirinya terancam tak dilantik karena perolehan suara Ganjar-Mahfud tidak lebih besar dibandingkan PDI-P di daerah pemilihannya.
Menurut Aria Bima, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menginstruksikan agar suara Pilpres sebanding atau lebih tinggi dibandingkan suara Pileg.
“Ya masalah kan? Kenapa sekarang suara Pileg lebih tinggi daripada suara Pilpres. Kenapa? Nah itu pertanyaan yang harus dijawab oleh semua kader, termasuk saya yang ada di (dapil) Solo, karena itu instruksi partai yang bisa membuat saya tidak dilantik,” kata Aria ditemui di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Jumat (16/2/2024). (*)