EKSPOS – Partai Golkar dengan tegas menolak usulan hak angket karena dinilai tidak ada urgensi atau keharusan yang mendesak dan dianggap bukan pada tempatnya.
Hal tersebut diungkapkan Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, kepada wartawan di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Bahkan Ace meyakini anggota DPR RI dari partai politik (parpol) pendukung hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 dikatakan tidak akan kompak dan solid.
Diketahui, usulan hak angket awalnya dilontarkan oleh Paslon 03 yakni Ganjar Pranowo yang tidak percaya dengan angka perolehan suaranya. Saat ini usulan itu didukung oleh PDI Perjuangan (PDIP), PPP, Partai NasDem, PKB, dan PKS.
PDIP memiliki 128 kursi di DPR, PPP 19 kursi, Partai NasDem 59 kursi, PKB 58 kursi dan PKS 50 kursi yang bila ditotal mencapai 314 kursi.
“Saya kira demikian (mereka tak akan kompak). Kita lihat saja. Tapi saya yakin para ketua umum partai terutama partai pendukung pemerintah, akan objektif terhadap bagaimana seharusnya hak angket itu ditempatkan,” kata Ace.
Dia menegaskan, Golkar konsisten menolak usulan hak angket tersebut.
“Pertama tentu Partai Golkar menolak terhadap hak angket tersebut. Jelas saya kira. Kedua, urgensi dari hak angket ini apa? Kalau yang dipersoalkan adalah tentang kecurangan pemilu, maka tidak pada tempatnya, hak angket mempertanyakan soal kecurangan pemilu,” ujarnya.
Ace menjelaskan, bila ada pihak yang tak puas dengan hasil pemilu, mereka bisa mengadukannya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu, kata dia, sesuai dengan Undang-Undang Pemilu tahun 2017.
“Kalau dinilai ada kecurangan ada Bawaslu yang juga dipilih DPR. Kalau dinilai KPU, Bawaslu, dinilai misalnya melanggar kode etik, maka ada DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu),” kata Ace.
“Nah setelah itu, kalau misalnya hasil dari pemilu ini tidak memiliki diduga, melakukan kecurangan, kan tinggal diserahkan ke MK.”
“Jadi sesungguhnya menurut saya hak angket ini tidak relevan. Dalam konteks kecurangan pemilu. Kecuali kalau ini tekanan politik. Sekali lagi, hasil pemilu tidak bisa diintervensi kekuatan politik,” tukasnya. (*)