Oleh: Khaidir Asmuni
Siapa yang menguasai data akan jadi pemenang. Penguasaan big data dalam pilkada merupakan sebuah kekuatan. Karena kita mengetahui berbagai hal penting terkait pengkondisian dalam meraih kemenangan. Ada pengalaman berharga jika kita mempelajari beberapa kejadian sebelum Pilpres 2024 di mana muncul wacana yang terbelah antara dunia maya dan dunia nyata.
Awal masalahnya muncul setelah sebagian tokoh justeru memiliki popularitas tinggi di dunia maya yang dilihat dari jumlah follower, like maupun dari sisi pemberitaan yang tersebar di media massa via internet. Tingkat viralitas bisa jadi ukuran.
Belakangan, akhirnya disadari antara dunia maya dan nyata memang harus seimbang. Popularitas di dunia maya tanpa diimbangi dengan kekuatan riil di masyarakat hanya akan menimbulkan polesan dan pencitraan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Yang menarik, seperti diungkap Jill Colvin dan Zake Miller (The Associated Press) saat Pilpres AS setelah Donald Trump melawan gravitasi akhirnya jatuh kembali ke bumi.
Donald Trump, who defied political gravity with his extraordinary rise from reality star and businessman to the presidency, has fallen back to earth. Demikian Jill dan Zake.
Artinya, jangan melambung terlalu cepat. Karena itu tetap melawan gaya gravitasi. Suatu saat pasti akan terhempas.
Sementara sebaliknya. Apabila dunia maya diabaikan tingkat efisiensi dan efektifitas dalam meraih popularitas dan elektabilitas akan sangat lamban. Sedangkan waktu terus memburu. Kecepatan media sosial sungguh luar biasa. Seorang calon Kada tak mungkin dapat bersalaman dengan seluruh pendukung dalam waktu yang terbatas.
Persoalan big data memang menjadi sebuah kekuatan untuk meyakinkan. Dengan kata lain menciptakan opini di masyarakat.
Ituah sebabnya layak ditanyakan. Sejauhmana big data dapat dimanfaatkan dalam pilkada?
Tanpa harus berbasa-basi sebetulnya big data yang ada saat ini bisa saja mencuil file dari data Pilpres 2024 yang lalu. Setiap provinsi dan kabupaten tentu terdata oleh tim sukses masing-masing dalam suatu jejak digital. Dia akan bercerita kemana si A atau dimana si H. Dia juga bisa bercerita kejadian. Misalnya mengapa si A pecah kongsi dengan si H. Atau kejadian lainnya.
Kita juga akan mengetahui perilaku pemilih (dalam posisi telah terjadi). Termasuk pro dan kontra suatu masalah yang viral.
Kekuatan big data lainnya adalah dia mampu mencatat secara detail. Jika di awalnya, big data menyajikan 3 V maka saat ini telah berkembang menjadi 10 V.
Big data 10 V ini akan menjadi semakin akurat dan bergantung pada tim dari calon kada untuk mengolahnya menjadi sebuah kekuatan menuju kemenangan. (*)
Aktivis Democracy Care Institute (DCI)