Kamis, 16 Jan 2025
Opini

Kabinet Berkarakter Presiden Prabowo: Harusnya Gus Miftah Tak Perlu Menangis

Oleh Khaidir Asmuni

Gus Miftah seharusnya tidak perlu menangis ketika menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Masyarakat juga tidak perlu terlalu bereaksi dengan aksi unjuk rasa terkait mundurnya Gus Miftah. Karena hal itu akan kontraproduktif dengan harapan bahwa sikap mundurnya Gus Miftah itu bisa menjadi pelajaran yang baik buat bangsa.

Sikap mundur Gus Miftah sudah benar secara moral. Menjalankan tuntutan suara hati dan menyatakan penyesalan.

Selama ini, masyarakat mencatat. Mundur dari jabatan menjadi sangat mahal ketika nilai nilai dan rasa malu terhadap kasalahan tak diacuhkan. Ditambah lagi di era teknologi informasi yang kian maju, dan memunculkan hyper realitas bahkan hyper truth yang terjadi di era media sosial, membuat mundur dari jabatan itu terasa makin mahal. Setiap orang bisa menutup kesalahan dengan melakukan serangan balik di medsos untuk membela diri.

Nilai nilai kontra pun muncul. Di dunia politik orang tidak malu mengatakan bahwa “lebih baik menang culas daripada kalah terhormat”.

Sehingga, nilai nilai dan rasa hormat yang dimiliki bangsa kian tergerus. Kemenangan (misalnya) dinilai bukan dari sikap sikap terpuji. Namun terjebak menghalalkan berbagai cara untuk meraih dan mempertahankannya.

Mundurnya Gus Miftah sebetulnya menjadi pintu masuk untuk kembali pada nilai-nilai itu. Sangat disadari, masyarakat hanya melihat budaya mundur tersebut dari pemberitaan tokoh mancanegara dan hanya menjadi sindiran di negeri sendiri.

Berbagai negara maju yang peradaban politiknya sudah tinggi menjadikan sikap mundur dari jabatan sebagai bagian dari sikap Ksatria. Hal ini disebabkan oleh munculnya rasa malu terkait dengan tindakan yang mungkin saja salah.

Kabinet Berkarakter Presiden Prabowo

Presiden Prabowo berpotensi membentuk kabinet yang berkarakter. Sejak awal, pesannya Jangan mencari duit di APBN. Jangan korupsi. Jika tidak kerja harus siap dicopot. Di awal pelantikan, Kabinet Merah Putih juga mendapatkan pembekalan. Kedisiplinan dan kerja keras yang menjadi bagian dari karakter bangsa terus diterapkan.

Karakter bangsa tersebut menempatkan posisi Kabinet Merah Putih menjadi bagian yang harus diteladani oleh masyarakat. Bukan justru menjadi contoh yang buruk.

Sebagai pembantu presiden Kabinet Merah Putih diharapkan berada di garis depan bagi pembentukan moral yang dapat dicontoh oleh rakyat. Karakter ini memiliki nilai di tengah ancaman moralitas di era global saat ini.

Sebagai presiden, Prabowo saat ini menjadi figur sentral sikap yang konsisten. Di saat Pilpres 2024 lalu, Prabowo menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa, menjauhkan timnya dari hujat menghujat dan menyebar kebencian. Hingga pada sikapnya yang tidak mendendam. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi masyarakat terhadap figur dirinya.

Prabowo tidak saja mengajarkan nilai Pancasila tetapi juga memenuhi kerinduan akan figur pemimpin yang tegas konsisten dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan.

Sikap mundur Gus Miftah memberi jalan yang positif diterapkannya Kabinet yang berkarakter. Tidak hanya terkait masalah korupsi tetapi juga berbagai kesalahan yang terkait dengan moralitas di tengah masyarakat karena bagaimanapun juga sebagai pembantu presiden Kabinet itu harus memberikan contoh yang baik di masyarakat.

Apa yang diharapkan masyarakat dari sikap ksatria budaya mundur ini? Tentu saja teladan yang baik. Sikap itu merupakan bagian dari rasa tanggung jawab. Karena tugasnya menyangkut kepentingan bangsa dan negara, sikap itu bisa memberi kesempatan putera puteri bangsa yang lain untuk mengabdi. Program-program yang dibuatpun akan riil dan serius untuk kepentingan bangsa.

Sejak awal, masyarakat melihat Kabinet Merah Putih bukanlah kabinet pencitraan. Karena dengan jumlah menteri dan kementerian yang cukup banyak dan besar justeru mendapat sorotan dan kritik. Namun di balik itu, dengan jumlah yang besar diharapkan ada kompetisi yang sehat untuk menyelesaikan persoalan bangsa.

Godaan di Era Teknologi Informasi

Saat ini telah terjadi godaan yang sangat besar terhadap nilai nilai di era teknologi informasi yang kian canggih.

Filsuf Jean Baudrillard menyebutnya sebagai Hiper-realitas, yaitu suatu gagasan bahwa gambar di dalam layar kaca terasa lebih nyata daripada realitas fisik. Atau jika kita konversi dengan kondisi sekarang, realitas itu bisa dibentuk dari hand phone dengan berbagai jenis. Perkembangan internet of thing yang pesat membuat peran teknologi makin besar.

Kita tidak bisa lagi menghindar era internet ini menjadikan data dan informasi sebagai sebuah kekuatan. Karena instrumen tersebut dapat memberikan gambaran secara personal di masyarakat. Internet telah memberi gambaran tentang “apa yang disukai masyarakat”, “apa yang tidak mereka sukai”, bahkan pula apa yang mereka lakukan. 

Hal ini tentu saja menjadikan internet menjadi hal yang positif atau negatif akan bergantung dari pada pandangan masyarakat yang mencernanya.

Jika Jean baudrillard muncul di saat postmodernisme sedang berkembang, maka penulis Chris Nyst muncul saat ini dengan istilahnya hypertruth. Menurutnya, The internet has made it increasingly difficult to discern where truth ends and fantasy begins. (Internet telah membuat semakin sulit untuk membedakan dimana kebenaran berakhir dan fantasi dimulai).

Sementara kita selalu mendapati di media sosial bahwa kebenaran akan mencari jalannya sendiri. Namun kebenaran itu tak jua datang. Kebenaran di media sosial justeru berhadapan dengan kebenaran semu. Ketika fantasi mulai memengaruhi.

Sebetulnya persoalan ini bisa diobati dengan sikap media massa atau tulisan jurnalistik yang mencerdaskan. Yang tidak terjebak pada hiperrealitas maupun hipertruth.

Dengan tulisan jurnalistik yang objektif akan memberikan gambaran kenyataan yang lebih mencerdaskan masyarakat sehingga tidak terjebak dalam fantasi kebenaran semu.

Liputan jurnalistik yang mencerdaskan itu bisa dimulai dengan kesadaran memanfaatkan jarum jarum hipodermik yang mencerdaskan. Bukan berpihak pada pengkondisian isu di masyarakat. Juga tidak mempermainkan isu di masyarakat. Melainkan menunjukkan kebenaran yang riil. Sehingga kebenaran itu tetap berpijak pada bumi. Bukan melambung tinggi mengikuti fantasi yang justru menghilangkan kebenaran yang sesungguhnya. (*)

Aktivis Democracy Care Institute (DCI)

 



Baca Juga