Sabtu, 8 Feb 2025
Opini

Jelang 100 Hari Pemerintahan Prabowo: Terciptanya Prakondisi Memperkuat Prinsip Menuju Indonesia Maju

Oleh Khaidir Asmuni

Menjelang 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terdapat prakondisi positif yang berpotensi menguatkan keberhasilan Indonesia menuju negara maju. Setidaknya ada 5 poin penting yang menjadi prakondisi itu.

Pertama, terciptanya stabilitas politik yang diharapkan tidak mengganggu program tapi justru menciptakan stabilitas yang mendukung program ke depan.

Peluang konsolidasi bangsa makin bulat dan mengkristal pasca sikap PDIP memutuskan tidak beroposisi dalam Pemerintahan yang menganut sistem Presidensial.

Sebuah analisis menyebut prakondisi ini tercipta berkat upaya Presiden Prabowo yang tanpa lelah menyuarakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Sikapnya yang menjauhi dendam politik membuka pintu semua kalangan dan warna untuk bersatu bersama. Saat pilpres pun Presiden Prabowo dikenal sebagai Bapak Persatuan Nasional dengan ciri politik santun yang kental.

Dalam pidato Presiden Prabowo di awal pelantikan nya juga merangkum seluruh kepala negara sebelum beliau, yang memiliki banyak sumbangan yang besar terhadap Republik ini. Tidak terkecuali dari peran Bung Karno hingga Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dan peran-peran Presiden Indonesia terdahulu.

Analisis lain menyebutkan bahwa tidak adanya oposisi disebabkan Prabowo terlalu kuat untuk “dilawan”. Performance dari personal Prabowo tidak saja memenuhi unsur unsur kepemimpinan saat ini, yang dibutuhkan, yaitu strategic, tegas konsisten dan berani dalam menyelesaikan sejumlah persoalan bangsa. Tetapi juga, Prabowo dinilai mampu mengawinkan program-program yang strategik dengan yang populis. Dalam arti lebih luas, Presiden Prabowo bisa tampil memenuhi unsur-unsur yang populis untuk memenuhi faktor selebritas yang menjadi tantangan di dunia media sosial yang semakin berkembang saat ini. Faktor selebritas ini juga dimiliki oleh sejumlah pemimpin dunia lain tidak terkecuali Donald Trump, Putin dan sejumlah kepala negara lainnya.

Di awal Januari 2025 ini, Presiden Prabowo juga masuk sebagai salah satu pemimpin dunia berpengaruh yang dikeluarkan oleh The Straits Times.

Meskipun begitu, sistem pemerintahan Presidensial memang berkonsekuensi pada ketiadaan oposisi. Sejumlah pihak menilai ketiadaan oposisi itu justru akan membahayakan demokrasi. Namun di sisi lain, ada pendapat bahwa Presiden Prabowo yang berwawasan luas dan memiliki visi untuk bangsa tidak akan mengabaikan hal-hal yang bersifat demokratis.

Menyimak apa yang dilakukan Presiden Prabowo, seperti saat di Pilpres hingga saat ini, terlihat tidak terjadi benturan dengan pers ataupun penggiat media sosial. Hujatan hujatan yang cenderung fitnah menjadikan seorang pemimpin seperti Prabowo matang dalam memberi ruang terhadap kebebasan berekspresi.

Presiden Prabowo diyakini akan mampu menempatkan diri sebagai pemimpin yang siap menerima kritik dan masukan.

Kita menyadari bahwa ruang kontrol sosial di dalam sistem presidensial yang tanpa oposisi bertumpu pada peran peran institusi, lembaga ataupun personal.Sebut saja pers (sebagai pilar keempat), lembaga swadaya masyarakat (sebagai penggerak Civil Society) dan peran tokoh-tokoh kritis yang berani menyuarakan suara rakyat.

Diyakini, Presiden akan mampu berperan sebagai penyeimbang dari berbagai kritik yang dilakukan itu. Hal ini bisa dilihat dari lontarannya yang menginginkan transparansi dan keterbukaan.

Terkait dengan faktor pertama prakondisi ini ada semacam sebuah konsensus. Apabila kita ingin maju, maka Marilah bersatu. Marilah menyatukan tekad bersama untuk menuju Indonesia maju.

Kedua, terciptanya prakondisi dalam penegakan hukum untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Ini menjadi sebuah konsensus positif. Jika mengutip pernyataan Presiden Prabowo tentang Kaisar Ottoman. Tidak ada negara yang berhasil tanpa pemerintah yang bersih, tidak ada kemakmuran tanpa keadilan, tidak ada negara yang berhasil kalau rakyatnya tidak bahagia. 

Pemerintah yang bersih menjadi prakondisi yang mulai diperjuangkan saat ini. Kendati berat, bahkan pihak yang pesimistis menilai hal ini rasanya tidak mungkin, namun upaya keras Presiden sangat menonjol. Terutama dalam memutus mata rantai korupsi yang sistemik, dengan memasang sapu sapu yang bersih. Paling tidak Presiden Prabowo telah memberi satu hal berharga dari penegakkan hukum, yaitu tidak melakukan pembiaran atau menyelesaikan masalah hukum dengan dibiarkan sampai publik melupakannya.

Konsistensi penegakkan hukum tanpa kompromi yang menempatkan keadilan hukum sesuai rasionalitas rakyat diupayakan cukup keras.

Secara objektif Presiden Prabowo bisa menempatkan hukum sebagai kesepakatan objektif yang harus diterima oleh semua pihak, termasuk pedoman resufle kabinet, apabila ada pembantunya yang memang melakukan korupsi dan harus siap dicopot.

Presiden Prabowo juga terlihat menjawab kecurigaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Hal ini bukan soal berani atau tidak.Terkadang terkait masalah hukum itu harus memilih kebijakan yang kerugiannya paling sedikit bagi semua pihak yang terlibat.

Saat ini, masyarakat cenderung menutup pintu untuk melakukan restorasi hukum ataupun menggunakan sisi utilitarianism dari penegakkan hukum terhadap para pelaku korupsi. Masyarakat cenderung menegakkan moral absolut (deontologi) bagi para koruptor.

Misalnya, terkait pengampunan terhadap koruptor menghadapi dilema dari sisi upaya untuk mengembalikan uang negara. Karena disadari bahwa didirikannya sebuah lembaga pemberantasan korupsi pada hakikatnya untuk menyelamatkan keuangan negara. Dalam sebuah hipotesa yang masih membutuhkan pembuktikan disebutkan pelaku korupsi akan berpikir panjang untuk mengembalikan uang korupsinya apabila dirinya tetap dihukum. Itulah sebabnya, pemberian pengampunan terhadap pelaku korupsi bisa menjadi salah satu terobosan menyelamatkan uang negara. 

Namun, amarah rakyat terhadap koruptor memang tak pernah reda. Presiden Prabowo menyaksikan sendiri bagaimana reaksi keras masyarakat apabila koruptor diampuni.

Alternatif lain yang bisa diterapkan di dalam menyelamatkan keuangan negara adalah melakukan upaya preventif. Itulah sebabnya mayoritas lembaga pemerintahan cenderung untuk meminta pendampingan dari KPK ataupun Kejaksaan Agung agar dapat mendapatkan petunjuk dan bimbingan lebih jauh untuk mencegah kerugian negara. Hal ini lebih baik daripada korupsi telah terlanjur terjadi, lalu diupayakan agar uang negara itu kembali. Ini jelas sangat sulit.

Ketiga, terciptanya orkestrasi dukungan dan partisipasi rakyat serta kekompakan instrumen negara terhadap program pemerintah. 

Seperti pada program quick win atau program percepatan, salah satunya Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan dan energi serta program terkait kesehatan dan lainnya.

Program tersebut berjalan baik dan menunjukkan prospek. Seperti MBG tampil sebagai program membangun generasi muda. Selain itu, pola go public dari program ini menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat.

Saat ini, pedesaan berpeluang merealisasikan apa yang diungkapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bahwa program ini akan membuat peredaran uang di desa mencapai Rp8 miliar per tahun.

Dengan uang tersebut akan banyak multiplier effect yang terjadi di desa terutama untuk membangkitkan perekonomian menuju kesejahteraan rakyat. Seperti penyediaan bahan baku makan bergizi gratis yang diarahkan ke potensi yang ada di desa itu. Bisa juga diintegrasikan dengan program pertanian di daerah. Misalnya, di sejumlah daerah di Indonesia terdapat program memelihara ikan dari embung embung di halaman rumah. Maka ini dapat mendukung program MBG.

MBG merupakan program yang sebelumnya mendapat reaksi dari berbagai pihak, namun kini mampu menjawab berbagai keraguan. Program yang makin terus disempurnakan itu makin diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, terutama masyarakat bawah yang terkena imbas resesi ekonomi dunia dan kemiskinan ekstrem.

Presiden Prabowo juga tampaknya tidak mau berspekulasi dalam menjalankan program sebesar MBG. Itulah sebabnya pada saat Perdana Menteri Jepang datang ke Indonesia juga dibahas pengalaman Jepang berhasil dalam program yang sama.

Media massa mencatat bahwa siswa yang mengikuti program makan siang di sekolah memiliki tingkat kehadiran, prestasi, dan kesejahteraan yang lebih tinggi daripada siswa yang tidak mengikuti program tersebut.

Sedangkan terkait swasembada pangan bisa dilihat dari tekad dan keberanian Presiden Prabowo bersama jajaran pemerintahannya mengukur stamina dan kekuatan bangsa Indonesia untuk benar benar tidak mengimpor bahan pangan. Tujuannya untuk mempercepat swasembada.

Dari sisi pembentukan mentalitas hal ini tentu saja cukup efektif dan harus dibekali dengan komitmen dan tekad yang sangat tinggi.

Dedikasi lembaga-lembaga yang terlibat dalam swasembada pangan diuji untuk benar-benar mewujudkan cita-cita kemandirian pangan bangsa. Ini suatu sikap yang menggembleng bangsa agar bangkit.

Keempat, terciptanya prakondisi internasional yang membuka peluang peningkatan investasi dan devisa negara melalui jaringan perdagangan. Indonesia ikut BRICS, namun di sisi lain Indonesia juga bersikap proporsional terhadap negara-negara di belahan Amerika dan Eropa sehingga jaringan perdagangan Indonesia makin luas .

Hal ini dilihat dari sikap Presiden Prabowo yang tetap berpegang teguh pada prinsip luar negeri Indonesia yang bebas aktif serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Peningkatan kerja sama dalam forum internasional menguatkan Indonesia menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat.

Kelima, terciptanya prakondisi yang mendukung terwujudnya upaya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan upaya agar terjadi pemerataan kesejahteraan di semua tingkatan masyarakat dan letak geografis masyarakat.

Prakondisi yang tercipta saat ini adalah upaya keras melakukan hilirisasi. Sebab potensi SDA Indonesia misalnya sektor tambang menyumbang sebesar Rp300,3 triliun dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dengan sektor mineral dan batubara menyumbang 58% dari angka ini. Angka ini bisa digenjot lagi dengan hilirisasi.

Sebuah analisis menyebutkan bahwa yang dihadapi Presiden Prabowo terkait hilirisasi adalah masalah lingkungan, penyimpangan hukum dan persaingan dengan negara lain. 

Meskipun begitu terdapat sejumlah progres dan tantangan ke depan. Progress tersebut misalnya hilirisasi nikel yang menjadi baterai kendaraan listrik yang saat ini diberitakan telah memberikan hasil.

Namun juga terdapat tantangan untuk menciptakan anak bangsa Indonesia memiliki kemampuan teknologi dan pengetahuan terkait dengan hilirisasi bahan tambang tersebut agar tidak lagi terjadi kontroversi masalah skill dan penggunaan tenaga asing.

Sebetulnya tidak hanya terjadi di nikel, kebijakan yang memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 8% juga pada hasil-hasil pertanian dan perkebunan lainnya termasuk juga kelapa sawit di mana saat ini terus digalakkan biofuell atau biodiesel. Yang diharapkan bisa memperkuat tujuan Indonesia menuju Swasembada energi.

Cita-cita mewujudkan tata niaga sawit yang sehat dan baik akan menghindari Indonesia dari berbagai penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oknum-oknum pengusaha yang tidak bertanggungjawab. Bagaimanapun juga bumi, air, dan kekayaan alam lainnya, harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini tercantum dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945.

Prakondisi yang dijelaskan di atas memang terlihat di pemerintahan Prabowo Subianto walaupun baru berusia 100 hari. Kita berharap prakondisi ini benar-benar dapat mewujudkan cita-cita menuju Indonesia maju dan kesejahteraan rakyat. (*)

Aktivis Democracy Care Institute

 



Baca Juga