Oleh Khaidir Asmuni
Skenario terbaik implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah merealisasikan apa yang diungkapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bahwa program ini akan membuat peredaran uang di desa mencapai Rp8 miliar per tahun.
Dengan uang tersebut akan banyak multiplier effect yang terjadi di desa terutama untuk membangkitkan perekonomian menuju kesejahteraan rakyat.
Oleh sebab itu, ada sejumlah hal ideal yang seyogianya mulai diperhatikan.
Pertama, penyediaan bahan baku makan bergizi gratis itu sebaiknya diarahkan ke potensi yang ada di desa itu. Bisa juga diintegrasikan dengan program pertanian di daerah. Misalnya, di sejumlah daerah di Indonesia terdapat program memelihara ikan dari embung embung di halaman rumah. Maka ini harus didata oleh pamong desa yang diharapkan dapat menjadi partisipatoris program ini. Dari sinilah multiplier effect dari program makan bergizi gratis itu didapat.
Jika ada BUMDes maka pengelolaan anggaran yang tepat sasaran akan lebih mudah dilakukan secara lebih baik dan profesional. Kementerian Desa dan PDT bahkan menyebut BUMDes dapat memberi kelancaran pada supply chain dan menempatkan desa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi secara bottom up. BUMDes dapat berperan sebagai stakeholder utama dan masyarakat desa sebagai shareholder sekaligus tenaga kerjanya.
Untuk wilayah perkotaan seyogianya melibatkan UMKM sebagai workforce.
Kedua, watak dan sifat dari program ini adalah togetherness (kebersamaan) dari kumpulan rakyat. Seperti halnya badan usaha koperasi yang merupakan kumpulan orang, bukan kumpulan modal. Maka program MBG adalah perwujudan harapan orang orang, yang pengelolaannya harus lebih menonjolkan atmosfer sosial kebersamaan.
Ada militansi dan semangat juang yang melatarbelakangi motivasi untuk ikut berpartisipasi dalam program ini. Ada mobilitas pantang menyerah dalam memperkuat penyajian makanan karena setiap hari harus mobile, berkreasi menu dan siap menerima masukan dan kritik. Ada disiplin untuk tetap menjaga agar program ini sesuai harapan dan aman ketika sampai ke anak sekolah, tidak boleh lengah, termasuk menjaganya dari hal hal yang tidak diinginkan dari orang orang yang tidak bertanggung jawab.
Dasar filosofis yang dimiliki oleh program MBG harus dipahami. Artinya, perjuangan secara bersama-sama untuk mewujudkan cita-cita generasi muda yang kuat dan cerdas melalui perbaikan gizi. Ini adalah suatu keniscayaan.
Karena sifat program ini merupakan sebuah perjuangan maka tidak bijaksana apabila selalu dihitung dan dikaitkan secara material anggarannya yang besar. Yang disebut Menko Zulhas hingga Desember 2025 bisa mencapai Rp420 triliun.
Pemerintah tidaklah berbisnis dengan rakyat. Sehingga diukur dengan untung rugi dan selalu diukur dengan angka angka pengeluaran. Lagi pula, telinga dan mata rakyat terlanjur sakit dan berdarah menyaksikan bagaimana angka korupsi seolah bersaing di angka ratusan triliun. Sehingga prinsip yang harusnya digaungkan adalah “Angka Rp1000 yang dikorupsi terlalu banyak, namun angka Rp1 triliun untuk kesejahteraan rakyat terlalu kecil”.
Informasi mengenai besarnya angka pengeluaran dari program MBG tersebut sebaiknya diarahkan untuk pengawasan agar tidak menjadi lahan korupsi baru. Bukan menjadikannya sebagai “something scary” yang berefek pada ketakutan secara psikologis. Yang justeru membuat asam lambung pihak pihak yang terlibat dalam program ini jadi naik.
Angka triliunan dalam program MBG harus dilihat sebagai kemampuan negara menyejahterakan rakyat. Makin besar maka makin baik. Angka itu bukan modal usaha yang dipakai lalu habis. Lalu dinilai produktif atau tidak produktif.
Ukuran program MBG adalah “money follows prosperity.” Dia merupakan program tingkat tinggi yang menjadi tujuan negara: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemberian makan ke rakyat menjadi bagian dari membangun jiwa dan raga bangsa. Jika kita bisa memberi makan susu, telur dan daging kita akan mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Apalagi jika kita mampu memberikan yang lebih.
Banyak negara sudah memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Singapura memberikan tunjangan bayi baru lahir sebesar Rp124 juta, serta biaya kesehatan dan tabungan sekolah anak. Bayi pertama akan menerima sekitar Rp90,7 juta, sedangkan bayi ketiga akan menerima sekitar Rp113,4 juta.
Korea Selatan memberikan tunjangan bulanan sebesar 1 juta won atau US$740 untuk setiap keluarga dengan anak yang baru lahir Rusia memberikan insentif uang tunai bagi kelahiran anak kedua dan ketiga
Tidak sulit mencari data atau informasi terkait negara negara yang memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya ini. Tinggal Googling dan kita mendapatkan informasi itu.
Beberapa waktu lalu, juga ada usulan agar program MBG tersebut disalurkan berupa uang kepada para orang tua, seperti yang dilontarkan Ahok. Inipun kurang tepat karena rentan terjebak charity dan tidak memberikan efek pada atmosfer pertumbuhan ekonomi in action ke masyarakat.
Masyarakat harus diberi pancing yang tersistem baik. Dengan hanya memberi uang kepada orang tua tidak membentuk suatu sistem dari upaya menginspirasi masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Usulan tersebut juga terkesan pragmatis dan menghindari tantangan dan kerja keras.
Ketiga, sudah terlihat bahwa Program ini dilakukan sambil berjalan dan akan terus dievaluasi untuk mencapai titik optimalisasi. Oleh sebab itu, pada titik tertentu akan mulai terlihat keberhasilannya.
Hasilnya tentu saja menjadikan Program Makan Bergizi Gratis ini terukur. Hal itu bisa langsung dicek di lapangan mengenai impact yang diterima oleh masyarakat dan perkembangan ekonomi apa yang terjadi di desa.
Indikator-indikator masukan, output (keluaran), hasil, manfaat dan dampak, bisa terus dikaji. Pogram MBG yang terukur akan lebih efektif dan efisien dengan melibatkan Pemerintah Daerah.
Karena desa merupakan bagian dari pemerintahan di daerah maka kinerja ASN maupun pejabat di daerah menjadi bagian yang dapat mendukung untuk menyukseskan program ini. Dan harus disiapkan sistem pengawasan yang ketat.
Pemerintah Daerah memiliki ukuran tersendiri terkait dengan kinerja baik dari mengevaluasi program hingga produktivitas apa yang akan dihasilkan.
Dialog yang Terbangun antara Presiden dan Rakyat
Ada chemistry yang terbangun antara rakyat dengan Presiden Prabowo Subianto dalam pantauan simulasi program Makan Bergizi Gratis sejak digulirkan 6 Januari 2025. Salah satunya terjadinya dialog tak langsung (indirect dialogue) anak sekolah dengan Presiden.
Seorang anak sekolah dasar di Palembang, misalnya, tanpa ragu meminta disampaikan kepada Presiden Prabowo terkait menu yang disukainya. Ada juga anak anak yang bernyanyi gembira sambil menunjukkan makanannya. Dan mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo.
Di daerah lain bahkan ada anak sekolah yang membawa pulang makanannya yang sengaja disisakan untuk orang tuanya atau neneknya. Ada pula anak sekolah yang memotret makanannya yang tidak lengkap dan jadi viral. Diapun meminta maaf. Dan sejumlah kisah lain.
Dari sekian banyak kisah, ada yang menarik saat ada seorang anak sekolah menyisihkan uang jajannya sebagai implikasi hadirnya program Makan Bergizi Gratis.
Dalam sebuah wawancara dengan anak sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa dia bisa menabung sebesar Rp10 ribu per hari dengan adanya program Makan Bergizi Gratis. Anak sekolah itu mengaku setiap hari diberi uang sarapan dan transportasi sebesar Rp20 ribu oleh orang tuanya. Dengan menabung Rp10 ribu per hari dia berharap mendapatkan Rp300 ribu perbulan. Artinya, jika ini berlangsung selama setahun tabungannya bisa Rp3,6 juta. Selangkah lagi dia bisa membeli sepeda motor. Sehingga uang transportasi bisa dia hemat lagi.
Informasi ini melengkapi harapan bahwa program ini memberi inspirasi masyarakat menciptakan peluang dalam kehidupannya. Informasi ini juga memberikan gambaran multiplier effect tidak saja bagi anak sekolah tetapi juga bagi masyarakat (termasuk orang tua dari anak sekolah tersebut) yang mendapatkan keringanan membiayai sekolah anaknya.
Masyarakat telah mendesain sendiri program Makan Bergizi Gratis dan merasa memilikinya (sense of belonging).
Di sektor jasa, terutama bagi para ibu yang memiliki kemampuan untuk menyusun menu dan memiliki kemampuan memasak, hal ini juga memberikan efek yang luar biasa.
Sebuah dapur dari program Makan Bergizi Gratis akan mampu menghidupkan suasana masyarakat untuk berusaha di tengah kesulitan ekonomi.
Semarak dapur justru membuat semangat dan motivasi bagi masyarakat untuk bangkit menghadapi kehidupan yang serba sulit saat ini. Juga menunjukkan bahwa para ibu yang turut menyukseskan program ini adalah pahlawan pahlawan yang berjuang di era resesi ekonomi dunia yang berkecamuk. Paling tidak mereka adalah pahlawan pahlawan keluarga Indonesia. (*)
Aktivis Democracy Care Institute