EKSPOS – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggaran Pemilu 2024 terkesan menutupi dan tebang pilih dalam mengumumkan nama-nama mantan napi korupsi yang maju menjadi calon anggota legislatif. Baik calon DPR RI dan DPD RI dalam daftar calon sementara (DCS) yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
“Per hari ini, Sabtu, 26 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB, total mantan terpidana korupsi yang menjadi bacaleg berjumlah 15 orang,” ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulisnya kepada media, Sabtu (26/8/2023).
Menurut Kurnia, KPU RI terkesan menutupi latar belakang Bacaleg dalam publikasi yang dilakukan di laman resminya.
“Ini terkonfirmasi dari pernyataan salah satu anggotanya yaitu Idham Holik yang menyatakan bahwa tidak ada perintah dalam Undang-undang untuk mengumumkan status mantan terpidana para bakal calon legislatif,” katanya.
Ketiga nama tambahan itu adalah Budi Antoni Aljufri, Partai Nasdem, Dapil Sumatera Selatan II, nomor urut 9, mantan terpidana korupsi dalam perkara suap Ketua Mahkamah Konstitusi.
Berikutnya, Eep Hidayat, Partai Nasdem, Dapil Jawa Barat IX, nomor urut 1, mantan terpidana korupsi dalam perkara biaya pungut pajak bumi dan bangunan kabupaten Subang
Serta Ismeth Abdullah, bacaleg DPD RI Dapil Kepulauan Riau, nomor urut 8, mantan terpidana korupsi dalam perkara pengadaan mobil kebakaran.
Tiga nama itu, menambah daftar nama-nama mantan narapidana dalam DCS yang diumumkan KPU RI.
Bacaleg DPR RI
1. Abdillah, Partai Nasdem, Dapil Sumatera Utara I, nomor urut 5, kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD
2. Abdullah Puteh, Partai Nasdem, Dapil Aceh II, nomor urut 1, kasus korupsi pembelian 2 unit helikopter saat menjadi gubernur Aceh
3. Susno Duadji, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), nomor urut 2, korupsi pengamanan Pilkada Jabar 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari
4. Nurdin Halid, Partai Golkar, Dapil Sulsel II, nomor urut 2, korupsi distribusi minyak goreng Bulog
5. Rahudman Harahap, Partai Nasdem, Dapil Sumut I, nomor urut 4, korupsi dana tunjangan aparat desa Tapanuli Selatan saat menjadi Sekda Tapanuli Selatan
6. Al Amin Nasution, PDI Perjuangan, Dapil Jawa Tengah VII, nomor urut 1, kasus: menerima suap dari Sekda Kab Bintan Kepri Azirwan untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan
7. Rokhmin Dahuri, PDI Perjuangan, Dapil Jabar VIII, nomor urut 1, korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan
Bacaleg DPD RI
1. Patrice Rio Capella, Dapil Bengkulu, nomor urut 10, kasus: menerima gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumut oleh Kejaksaan.
2. Dody Rondonuwu, Dapil Kalimantan Timur, nomor urut 7, kasus: korupsi dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004 (saat itu Dody masih menjadi anggota DPRD Kota Bontang)
3. Emir Moeis, Dapil Kaltim, nomor urut 8, kasus suap proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung, 2004
4. Irman Gusman, Dapil Sumbar, nomor urut 7, kasus suap dalam impor gula oleh Perum Bulog
4. Cinde Laras Yulianto, Dapil Yogyakarta, nomor urut 3, kasus: korupsi dana purna tugas Rp 3 miliar.
ICW sendiri meminta KPU mengumumkan seluruh nama-nama caleg yang berstatus mantan narapidana kasus korupsi.
ICW berkaca pada Pemilu 2019. Saat itu, KPU mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi. Kini, KPU tidak melakukannya. Maka, KPU harus segera mengumumkan status hukum para calon wakil rakyat itu.
“Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia harus segera umumkan status mantan terpidana korupsi dalam daftar calon sementara bakal calon legislatif,” tulisnya. (*)