EKSPOS – Anggota Komisi III DPR RI, Rudyanto Lallo, SH, MH mendesak Kejaksaan Agung RI (Kejagung) memanggil pihak Sugar Group Company (SGC) terkait ditemukannya bukti surat catatan yang tertulis ‘Perkara Sugar Group Rp 200 miliar’ dalam dugaan korupsi dan mafia hukum di Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar.
“Kita berharap kejaksaan jangan heboh diawal. Seolah-olah mengungkap kasus triliunan rupiah. Kemudian penanganannya jalan ditempat, mandek, dan tuntutannya rendah,” kata Rudyanto kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Rudyanto mengatakan Zarof Ricar ditahan penyidik sejak tanggal 24 Oktober 2024. Ia sudah mengaku salah satu sumber uang suap dari SGC.
“Kewajiban penyidik melakukan pemeriksaan pendalaman berdasarkan pengakuan itu. Tapi Jampidsus malah menjawab penyidik tidak bisa memeriksa pelaku suap sesuai pengakuan tersangka. Ini aneh. Ada apa?” katanya.
Menurutnya sudah 45 hari sejak Zarof Ricar ditahan belum ada kemajuan yang signifikan terkait kasus mafia hukum atau mafia peradilan ini.
“Padahal mens rea penyuapan sudah terang bederang, ingin ngemplang utang sebesar triliuan rupiah. Tentu kita sayangkan, ” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem itu meminta agar Jaksa Agung meluruskan setiap kasus yang ditangani, sebagaimana perintah Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan korupsi sebagai musuh negara.
“Bahkan saya meminta agar Presiden Prabowo secara khusus ikut mengawal dan mengawasi kasus ini” ujarnya lagi.
Diketahui, penyidik pidana khusus Kejagung pada 24 Oktober 2024 menggeledah kediaman Zarof Ricar di Jalan Senayan Nomor 8, Kelurahan Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Di sana penyidik menemukan dan menyita berbagai mata uang asing dengan total nilainya mencapai Rp 920 miliar.
Selain itu didapati pula kepingan logam mulia emas total seberat 51 kilogram.
Penyidik juga menemukan beberapa bukti catatan di mana tertulis ‘Titipan Lisa’, ‘Untuk Ronal Tannur:1466/Pid.2024’, ‘Pak Kuatkan PN’.
Selain itu diduga pula ada bukti catatan tertulis ‘Perkara Sugar Group Rp 200 miliar’.
Apabila bukti catatan itu benar, kata Rudyanto maka uang Rp 200 miliar patut diduga sebagai titipan untuk hakim agung yang menangani sengketa atau perkara perdata antara Sugar Group Company (SGC) melawan Marubeni Corporation (MC).
Kasusnya sendiri mulai viral usai Hakim Agung Syamsul Maarif dinilai menabrak Pasal 17 ayat (5) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) Nomor 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024, hanya dalam tempo 29 hari.
Informasi soal adanya nama hakim dalam setiap tumpukan uang yang disita Kejagung di kasus Zarof Ricar diungkap oleh anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo dalam dengar pendapat dengan Jaksa Agung pada 13 November 2024.
Bambang Soesatyo bertanya pada Burhanuddin siapa saja nama-nama yang tercatat di antara tumpukan uang Rp 920 miliar yang ditemukan di rumah Zarof Ricar.
“Pada saat kejaksaan menyita tumpukan uang dan emas apakah benar dalam bundel uang tersebut ada nama penyetor dan nama hakim dan nama kasusnya? Apakah ada keterlibatan pejabat publik lainnya dalam setor menyetor transaksional rasa keadilan masyarakat kita ini?” tanya Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo pada Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Jaksa Agung dan Jampidsus tidak menyangkal, namun belum membenarkan secara detail. Mereka beralasan alat bukti masih dikumpulkan dan belum bisa disampaikan ke publik.
Burhanuddin mengatakan penjelasan terkait hal itu sangat teknis dan dikhawatirkan dapat mengganggu proses penanganan kasus serta penyidikan.
Sehingga, menurut dia, ada waktu dan tempat yang khusus untuk membeberkan semuanya.
“Soal nama-nama (yang terlibat) kasus Rp 1 trilun itu Jampidsus yang menyampaikannya. Karena ini sangat teknis kami tidak bisa terbuka. Ini jadi perkembangan dalam penanganan perkaranya,” kata Burhanuddin.
Hal senada diungkapkan Jampidsus, Febri Adriansyah.
“Saya rasa belum bisa kami buka untuk konsumsi publik karena alat bukti belum penuh saat ekspos dilakukan. Yang jelas jaksa sedang mengidentifikasi uang yang sudah dilakukan penyitaan sebesar Rp 1 Triliun,” katanya.
Termasuk menurut Febri menelusuri identitas pemberi uang, nilai nominal uang yang diberikan dan terkait perkara apa.
“Kita tidak bisa ketika tersangka Zarof Ricar mengaku uang dari si A lalu penyidik langsung periksa si A. Harus dicarikan alat bukti lainnya,” ujar Febri Adriansyah.
Sementara itu pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mendesak Kejaksaan Agung untuk menyelidiki asal usul uang senilai triliunan rupiah dan emas batangan yang ditemukan.
“Kejaksaan Agung harus membongkar tuntas, karena sangat mustahil uang dan batangan emas yang ada di rumah Zarof Ricar itu miliknya sendiri. Sangat mungkin itu titipan yang belum diambil oleh hakim-hakim itu guna menghindari sistem pelacakan oleh sistem audit keuangan, mengingat kewajiban pejabat untuk melaporkan LHKPN,” ujarnya. (*)