Foto: 19 Mei 1998: Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR (AFP)
EKSPOS – Ribuan massa hari ini berunjukrasa ke kantor DPR RI mendesak tidak menentang Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 tentang Pilkada 2024.
Gerakan massa itu dilakukan Partai Buruh, seperti diungkapkan Presiden Partai Buruh Said Iqbal, sebagaimana tertuang dalam isi lampiran instruksi Partai Buruh Nomor 158/ORG/EXCO-P/IX/2024, Rabu (21/8/2024).
Said Iqbal mengatakan, aksi bakal berlangsung dua hari pada hari ini. Kamis (22/8/2024) dan besok, Jumat (23/8/2024).
Demo bakal dilakukan di kawasan Gedung DPR RI hari ini. Sementara hari Jumat, demo direncanakan di Kantor KPU RI.
Ada dua tuntutan unjuk rasa yang bakal dibawa turun ke jalan oleh Partai Buruh. Yakni mendesak DPR RI untuk tidak melawan dan mengubah Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Sedangkan tuntutan kedua adalah mendesak KPU paling lambat tanggal 23 Agustus mendatang sudah mengeluarkan Peraturan KPU sesuai Putusan MK Nomor 60.
Said Iqbal mengklaim jumlah peserta aksi yang bakal turun ke jalan hari ini sebanyak 2000 orang. Terdiri atas 11 Inisiator Partai Buruh serta seluruh pengurus Executive Committee (Exco) Partai Buruh dan anggota.
Selain itu Partai Buruh juga mengajak masyarakat untuk turut ikut pada aksi mendatang melalui unggahan media sosial resminya.
Sementara, Ketua DPP PDIP bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengatakan saatnya seluruh rakyat harus bersikap dan bersuara.
Hal ini menanggapi keputusan panitia kerja (Panja) RUU Pilkada bentukan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menolak mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon.
Selain itu, Baleg DPR juga menolak putusan MK menurunkan ambang batas pencalonan Pilkada untuk semua partai politik.
Baleg hanya mengakomodir penurunan ambang batas pencalonan Pilkada bagi partai politik nonparlemen.
Deddy mengatakan secara politik PDIP tidak bisa melakukan apa-apa karena kalah dalam voting, yakni 1 berbanding 8 dengan partai di DPR.
“Kami sedang mendalami langkah-langkah yang mungkin dilakukan. Kelihatannya ini adalah waktunya untuk rakyat bersikap dan bersuara,” kata Deddy, Rabu (21/8/2024).
Deddy menganggap Panja RUU Pilkada mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik.
Menurutnya, tindakan Panja RUU Pilkada sangat tercela dan tidak etis. “Baleg merevisi UU Pilkada yang tidak ada dalam Prolegnas, melalui penggunaan kekuasaan politik legislasi untuk melawan konstitusi dan MK,” ucap Deddy.
Deddy berpendapat, Panja RUU Pilkada telah melakukan melakukan perlawanan terhadap putusan MK dengan mengganti UU untuk membatalkan.
“Padahal putusan MK itu bersifat final and binding dan harus dilaksanakan segera,” ungkapnya.
Dia menegaskan Baleg seharusnya menggunakan kekuasaannya untuk membahas UU yang diperlukan rakyat, bukan untuk kepentingan dinasti politik.
“Partai-partai yang menyetujui revisi itu seolah membiarkan lembaga DPR sekadar menjadi tukang stempel kekuasaan dengan mengabaikan suara rakyat dan menafikan nalar sehat,” tutur Deddy.
Rapat Panja RUU Pilkada ini digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (21/8/2024).
Mereka menganulir putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas pencalonan Pilkada.
Namun syarat tersebut tidak berlaku bagi partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD, hanya partai politik nonparlemen.
Sementara partai politik yang memiliki kursi DPRD tetap menggunakan syarat lama ambang batas Pilkada. Yakni memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD.
Atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Baleg DPR juga menyepakati syarat batas usia cagub dan cawagub merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.
Yakni batas usia cagub dan cawagub minimal 30 tahun sejak pelantikan pasangan calon kepala daerah terpilih.
Putusan tersebut disebut memberikan karpet merah bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep maju Pilkada 2024.
Padahal putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 memutuskan batas usia cagub dan cawagub minimal 30 tahun dihitung dari titik sejak penetapan pasangan calon oleh KPU.
BEM UI
Sementara, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) akan menggelar demonstrasi di depan gedung DPR RI, Kamis (22/8) besok. Mereka hendak mengawal putusan MK mengenai Pilkada.
Rencana aksi disampaikan BEM UI lewat akun Instagram-nya, Rabu (21/8/2024). Mereka akan mulai beraksi pada pukul 09.00 WIB hari ini, Kamis (22/8/2024).
“Titik kumpul: Lapangan FISIP UI. Titik aksi: Gedung DPR RI,” tulis BEM UI dalam seruan aksi massa kawal putusan MK.
Staf Aksi dan Propaganda BEM UI 2024, Muh Daffa Intanio Mahmud, menjelaskan mereka akan menempuh perjalanan dari UI di Kota Depok menuju DPR di Jakarta menggunakan bus.
Mereka akan mengenakan baju hitam dan jaket almamater UI warna kuning. Aksi turun ke jalan dilandasi pendapat mereka mengenai RU Pilkada yang membelokkan hukum.
“Inilah saatnya kita bangkit, bersatu melawan upaya yang terang-terangan merusak demokrasi! Ayo, turun ke jalan, suarakan penolakan kita terhadap segala bentuk manipulasi hukum yang mengkhianati kepercayaan rakyat! Bersama kita lawan, bersama kita tegakkan kebenaran!” tulis BEM UI.
Gerakan ‘Yogyakarta Memanggil’
Gerakan ‘Yogya Memanggil’ juga akan berlangsung hari ini, Kamis (22/8/2024).
Aksi bertajuk ‘Jogja Memanggil’ ini akan didahului long mars dari Lapangan Parkir Abu Bakar Ali hingga Titik Nol Kilometer sebagai titik kumpul aksi, Kota Yogyakarta.
“Aksi Massa Seluruh Lapisan Masyarakat ‘Jogja Memanggil’. DPR dan Istana melakukan pembangkangan konstitusi dan mendzalimi demokrasi,” demikian bunyi selebaran, Rabu (21/8/2024) malam.
“#TinggalkanBangkuKelas #TinggalkanBangkuPekerjaan #GejayanKembaliMemanggil #DaruratDemokrasi,” tulis selebaran tersebut.
Disebutkan aksi yang dilakukan pada Kamis hari ini akan diikuti barisan mahasiswa, Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad), Forum Cik Di Tiro, dan lainnya.
Disebutkan gerakan aksi demi mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang persyaratan calon peserta pilkada. Mereka menilai RUU Pilkada cuma jadi perpanjangan tangan bagi oligarki melakukan intervensi demi melanggengkan kekuasaan.
Menurut mereka, RUU Pilkada jelas merupakan upaya pembegalan terhadap konstitusi.
Dikatakan, gerakan aksi massa tersebut puncak akumulasi dari rasa muak masyarakat atas bentuk pengkhianatan demokrasi, terutama sejak pelaksanaan Pemilu atau Pilpres 2024 kemarin.
“Ini (putusan MK) keputusan yang progresif, jangan sampai DPR mengubah itu lagi dan partisipasi politik kita menjadi semakin terbatas,” kata korlap ‘Gejayan Memanggil’.
“Kita akan segera turun aksi mendukung putusan MK tersebut dan melawan agresifitas oligarki di DPR,” tambahnya.
Aksi Protes Dari Lampung
Sementara, Aksi diam digelar di Tugu Adipura Bandar Lampung oleh Kelompok Studi Kader (KLASIKA) dan Kelompok Lingkaran Ketjil, Rabu (21/8/2024) malam.
Gerakan ini muncul di tengah upaya DPR dan pemerintah untuk membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap keputusan kontroversial Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terhadap putusan MK terkait batas usia calon kepala daerah dan syarat pencalonan kepala daerah.
Diketahui, putusan dalam rapat baleg hari ini (21/08/2024) mendapat perhatian luas masyarakat. Protes dan kritik dilakukan warganet Indonesia dengan membanjiri media sosial dengan gambar lambang burung garuda bertuliskan “Peringatan Darurat”.
Dalam aksi tersebut, kelompok yang mengenakan kostum cosplay bertopeng Money Heist mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Baleg DPR.
Mereka menuntut agar DPR dibubarkan, dengan alasan keputusan yang diambil tidak mencerminkan kepentingan rakyat.
Pimpinan Kelompok Lingkaran Ketjil, Damar, mengungkapkan, “Bubarkan DPR jika keputusan yang diambil tidak merepresentasikan kepentingan rakyat.”
Ia juga mendorong akademisi dan masyarakat lainnya untuk bersuara menentang keputusan tersebut dan bersatu melawan ketidakadilan.
Sementara itu, Direktur KLASIKA Lampung, Ahmad Mufid, mengkritik tindakan DPR yang dianggapnya sebagai pembangkangan terhadap konstitusi.
“Putusan MK final dan mengikat semua, baik negara, lembaga negara dan warga. Sehingga putusan MK harus dijadikan rujukan bagi pasal- pasal yang terkait treshold dan batas usia calon di Pilkada serentak 2024,” ujarnya.
‘Mufid menegaskan sebelumnya DPR RI sama sekali tidak pernah secara kilat melakukan revisi UU kecuali untuk kepentingan kekuasaan politik tertentu,” tukasnya. (*)