EKSPOS – Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menandatangani perjanjian kemitraan pertahanan antara kedua negara pada Rabu (29/6/2024). Dalam perjanjian tersebut mencakup pertahanan bersama jika menghadapi serangan. Langkah ini dinilai Kim setara dengan sebuah “aliansi”.
Kerja sama ini datang ketika Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Asia sedang mengukur seberapa jauh Rusia akan memperdalam dukungannya terhadap Korea Utara, satu-satunya negara yang telah melakukan uji coba senjata nuklir pada abad ini.
Pada kunjungan pertamanya ke Pyongyang sejak Juli 2000, Putin secara eksplisit mengaitkan semakin eratnya hubungan Rusia dengan Korea Utara dengan intensitas dukungan Barat terhadap Ukraina. Ia mengatakan Moskow dapat mengembangkan kerja sama militer dan teknis dengan Pyongyang.
Setelah pembicaraan, Kim dan Putin menandatangani pakta kemitraan strategis komprehensif, yang menurut Putin mencakup klausul pertahanan bersama jika terjadi agresi terhadap salah satu negara.
“Perjanjian kemitraan komprehensif yang ditandatangani hari ini antara lain memberikan bantuan timbal balik jika terjadi agresi terhadap salah satu pihak dalam perjanjian ini,” kata Putin, seperti dikutip Reuters.
Presiden Rusia itu mengatakan pengiriman persenjataan canggih dan jarak jauh Barat termasuk pesawat tempur F-16 ke Ukraina untuk menyerang Rusia telah melanggar perjanjian besar.
“Sehubungan dengan hal ini, Rusia tidak mengecualikan pengembangan kerja sama teknis militer dengan Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK),” kata Putin, menggunakan nama resmi Korea Utara.
Kim memuji Rusia karena melakukan langkah strategis yang sangat signifikan untuk mendukung Korea Utara, yang didirikan pada 1948 dengan dukungan Uni Soviet.
Meskipun telah memiliki perjanjian pertahanan dengan Cina, Pyongyang tidak memiliki kolaborasi militer aktif dengan Beijing seperti yang telah dikembangkan dengan Rusia selama setahun terakhir. Korea Utara juga menandatangani perjanjian 1961 dengan Uni Soviet yang mencakup janji saling mendukung jika terjadi serangan.
Kedekatan Putin dengan Kim, termasuk pemberian hadiah limusin dan tur ke pusat peluncuran ruang angkasa baru Rusia, telah membuat khawatir AS dan sekutu-sekutunya di Asia.
“Memperdalam kerja sama antara Rusia dan DPRK merupakan tren yang harus menjadi perhatian besar bagi siapa pun yang tertarik untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea, menegakkan rezim non-proliferasi global, mematuhi resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mendukung rakyat Ukraina,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS. (*)