EKSPOS – Houthi kembali merekrut ratusan ribu tentara baru untuk membela warga Palestina. Sehingga kini total ada sekira 500 ribu tentara yang tergabung dengan Houthi.
Ratusan ribu tentara tersebut akan disiagakan di Laut Merah untuk menyerang kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel.
Dilansir dari Al Jazeera pada Minggu (25/2/2024), hal itu diungkapkan oleh juru bicara Houthi.
Pasalnya Houthi kembali merekrut dan melatih lebih dari 200 ribu tentara baru.
Dengan tambahan tentara tersebut, Houthi kini dilaporkan memiliki 500 ribu tentara yang siap membela Palestina.
Para tentara tersebut juga disiagakan di Laut Merah untuk mencegah kapal-kapal Israel.
Seperti yang telah dilakukan Houthi dalam beberapa waktu belakangan.
Di mana sejumlah kapal AS dan Inggris menjadi bulan-bulanan pasukan tersebut jika nekat melintasi Laut Merah.
Selain itu, sebagian tentara juga akan ditugaskan di tempat strategis seperti Provinsi Marib, dimana wilayah tersebut kaya akan sumber daya alam seperti cadangan gas dan minyak.
Houthi adalah kelompok bersenjata di Yaman asal Zaidi, yang merupakan kelompok minoritas Muslim Syiah di negara itu.
Houthi dibentuk pada tahun 1990-an untuk memerangi pemerintahan Presiden Ali Abdullah Saleh, yang mereka anggap korup pada saat itu.
Nama kelompok ini diambil dari pendirinya, Hussein al Houthi. Mereka juga menyebut diri mereka sebagai Ansar Allah atau Penolong Agama Allah.
Setelah invasi ke Irak yang dipimpin oleh AS pada 2003, kelompok Houthi berpegang pada slogan: “Allah Maha Besar. Kematian bagi AS. Kematian bagi Israel. Terkutuk lah Yahudi, dan kemenangan bagi Islam.”
Mereka menyebut diri mereka sebagai bagian dari “poros perlawanan” bersama Hamas dan Hizbullah, yang dipimpin oleh Iran melawan Israel, AS, dan negara-negara Barat.
Pakar Yaman di Institut Perdamaian Eropa, Hisham Al-Omeisy mengatakan inilah mengapa Houthi kini menyerang kapal-kapal yang bertujuan ke Israel di kawasan Teluk.
“Sekarang mereka sebenarnya memerangi imperialis, mereka memerangi musuh-musuh bangsa Islam,” kata Al-Omeisy.
Amerika Serikat (AS) dan Inggris melancarkan serangan udara pada hari Sabtu (24/2) di ibu kota Yaman, Sanaa, menurut televisi Al-Masirah yang berafiliasi dengan Houthi, kelompok bersenjata asal Zaidi, Yaman.
Tidak ada rincian lebih lanjut yang diberikan mengenai serangan tersebut. Namun, serangan itu disebut masih bagian dari tindakan AS terkait aksi Houthi yang menyerbu kapal-kapal internasional yang berlayar melalui di Laut Merah, Selat Bab Al-Mandeb, dan Teluk Aden.
Pentagon mengatakan dalam upaya terkoordinasi, AS dan Inggris, bersama dengan dukungan dari Australia, Bahrain, Kanada, Denmark, Belanda dan Selandia Baru, melakukan serangan terhadap sasaran militer di wilayah yang dikuasai Houthi.
“Pasukan koalisi menargetkan delapan lokasi, termasuk fasilitas penyimpanan senjata bawah tanah Houthi, fasilitas penyimpanan rudal, sistem udara tak berawak serangan satu arah, sistem pertahanan udara, radar, dan helikopter, untuk lebih mengganggu dan menurunkan kemampuan Houthi yang didukung Iran. milisi untuk melakukan serangan yang tidak stabil dan sembrono terhadap kapal-kapal AS dan internasional yang transit secara sah di Laut Merah, Selat Bab AI-Mandeb, dan Teluk Aden,” bunyi pernyataan Pentagon, seperti dikutip Anadolu, Minggu (25/2/2024).
AS juga telah melakukan serangan hampir setiap hari untuk menghancurkan sasaran Houthi, termasuk rudal, roket, dan drone yang menyerang kapal komersial dan kapal Angkatan Laut lainnya. Namun, penggerebekan tersebut sejauh ini gagal menghentikan serangan Houthi, yang dianggap mengganggu perdagangan global dan menaikkan tarif pengiriman.
Dengan meningkatnya ketegangan akibat serangan gabungan AS dan Inggris terhadap sasaran Houthi di Yaman, kelompok tersebut menyatakan bahwa mereka menganggap semua kapal AS dan Inggris sebagai sasaran militer yang sah.
“Amerika Serikat tidak akan ragu untuk mengambil tindakan, jika diperlukan, untuk membela kehidupan dan arus bebas perdagangan di salah satu jalur perairan paling penting di dunia,” kata Kepala Pentagon Lloyd Austin dalam pernyataan terpisah setelah serangan tersebut.
“Kami akan terus menjelaskan kepada Houthi bahwa mereka akan menanggung konsekuensinya jika mereka tidak menghentikan serangan ilegal mereka, yang merugikan perekonomian Timur Tengah, menyebabkan kerusakan lingkungan, dan mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan ke Yaman dan negara-negara lain.”
Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, menentang hal tersebut dan bersumpah dalam sebuah pernyataan di media sosial bahwa milisi akan “menghadapi eskalasi Amerika-Inggris dengan operasi militer yang lebih kualitatif terhadap semua sasaran musuh di Laut Merah dan Laut Arab.” (*)