Selasa, 25 Mar 2025
Intermezo

Tagar Seruan #KaburAjaDulu Ramai Di Jagat Maya

EKSPOS – Ramai di jagat maya (medsos) tagar seruan #kaburajadulu agar masyarakat pindah ke luar negeri. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyayangkan aksi seruan tersebut.

“Ya, begini ya kalau ada kabur aja dulu itu kan dia ini warga negara Indonesia apa tidak. Kalau kita ini patriotik sejati, kalau emang ada masalah kita selesaikan bersama. Kok jangan kabur aja dulu, apa yang mau kita selesaikan apa kalau kabur itu,” kata Nusron, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2025).

Menurut Nusron, aksi kabur mencerminkan ketidakcintaan terhadap tanah air Indonesia. Padahal, pemerintah selama ini tidak pernah tutup kuping dan mata jika ada masyarakat yang mengkritik.

“Itu menandakan sikap persmisive, tidak mau menyelesaikan masalah bangsa ini secara bersama sama. Ini berarti dia, ini masalah cinta kita terhadap tanah air. Ada masalah ayo kita selesaikan sama-sama,” tegasnya.

“Kita ini pemerintah terbuka terhadap masukan, kalau emang bener ya bener. Kalau emang salah, ya salah. Kalau kemudian hopeless gitu seakan-akan kabur aja dulu, itu menandakan, ya mohon maaf kurang cinta terhadap tanah air. Jadi, kalau ada masalah ayo kita selesaikan, masyarakat,” tambah dia.

Nusron menyebut, pemerintah siap berdialog dengan pihak manapun jika terjadi permasalahan.

“Pemerintah, siap berdialog, siap menyelesaikan bersama-sama kalau ada masalah,” imbuh Nusron.

Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menanggapi soal viralnya tagar #KaburAjaDulu yang ramai di media sosial. Hasan justru mempertanyakan ke mana para warganet tersebut akan kabur.

“Kabur ke mana?” tanya Hasan kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (17/2/2025).

Dia mendukung apabila masyarakat Indonesia ingin merantau ke luar negeri. Namun, Hasan mengingatkan masyarakat harus memiliki keahlian apabila ingin mendapatkan pekerjaan yang bagus di luar negeri.

“Kalau mau merantau itu bagus lho. Kalau mau merantau. Tapi kalau mau merantau ke luar negeri ingat, harus punya skill. Karena kalau enggak punya skill, nanti enggak bisa punya pekerjaan baik di luar negeri,” jelasnya.

Hasan menyampaikan pemerintah tidak bisa melarang masyarakat yang ingin merantau. Kendati begitu, dia menekankan masyarakat harus taat prosedur apabila ingin merantau.

“Kedua, harus taat prosedur. Supaya enggak jadi pendatang haram. Kalau orang mau merantau enggak boleh dilarang,” ujar Hasan.

Tagar #KaburAjaDulu yang viral di media sosial menjadi cermin keresahan sebagian masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, terhadap kondisi sosial ekonomi dan peluang kerja di dalam negeri.

Munculnya tagar #kaburajadulu merupakan ekspresi kekecewaan terhadap kondisi ekonomi dan politik dalam negeri.

Banyak yang merasa masa depannya tidak menentu di Indonesia, hingga mendorong mereka untuk mencari peluang di luar negeri.

Sementara itu, tagar seruan #KaburAjaDulu yang viral di media sosial ternyata menjadi sorotan media asing. Fenomena ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap berbagai masalah di Indonesia yang membuat para generasi muda ingin pindah ke negara asing.

Salah satu media asing South China Morning Post mengungkap, anak muda Indonesia menyuarakan keinginan untuk merantau melalui tagar #KaburAjaDulu di platform seperti X dan TikTok. “Kalau kamu tidak terlalu terikat dengan negara ini, pertimbangkan benar-benar untuk #KaburAjaDulu. Serius,” tulis pengguna X, Petra Novandi.

Pengamat menilai ada berbagai alasan di balik tren ini. Pendiri Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menyebutkan faktor ekonomi, ketidakadilan sosial, dan harapan akan masa depan yang lebih baik sebagai pemicu utama diskusi ini.

Menanggapi tren ini, Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, menyatakan kesiapan membantu anak muda memperoleh keterampilan kerja di luar negeri. “Kalau mau pergi, pastikan untuk bekerja di luar negeri. Daripada pergi tanpa arah, kami akan membantu mempersiapkan kalian,” ujarnya di kompleks parlemen Senayan.

Menurut Yanuar Nugroho, peneliti senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura, fenomena ini bukan sekadar tren baru. Namun, motifnya kini lebih kompleks karena banyak yang merasa tidak ada harapan di Indonesia.

“Mereka melihat kondisi politik, ekonomi, sosial, dan hukum tidak membaik. Namun, migrasi dalam jumlah besar tetap sulit karena mencari pekerjaan di luar negeri tidaklah mudah,” kata Yanuar.

Ia menilai gerakan ini lebih bersifat simbolis dibandingkan eksodus nyata. “Banyak yang hanya ingin menunjukkan bahwa jika mereka punya uang, mereka akan pergi,” tambahnya.

Fenomena ini juga menunjukkan kontradiksi dengan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Prabowo Subianto. Di lapangan, sentimen yang berkembang justru menunjukkan ketidakpuasan yang signifikan. (*)

 



Baca Juga