(ENNEWS) – Salah satu dari dua menteri yang terlibat dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) pada tahun 2021-2022 berisiko dijadikan tersangka.
Apa, iya? Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah menyatakan, bahwa jika terdapat bukti tindakan melawan hukum, status hukum kedua menteri tersebut dapat ditingkatkan.
Tim penyidik dari Jampidsus telah memeriksa Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai saksi di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada Senin, 24 Juli 2023.
Menurut Febrie, tim penyidik juga akan melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, pada Selasa, 1 Agustus 2023. Keduanya merupakan para pengambil kebijakan yang berkontribusi terhadap kelangkaan minyak goreng di Indonesia.
Pemeriksaan terhadap mantan Menteri Perdagangan dilakukan oleh tim penyidik untuk mengklarifikasi keterlibatan pihak yang berwenang dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng pada Januari-Maret 2022. Hal ini juga terkait dengan kolaborasi dengan terpidana perorangan yang telah dihukum dalam izin ekspor CPO.
Selain itu, peran kedua menteri dalam kerjasama dengan tiga korporasi tersangka yang terlibat dalam ekspor CPO yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng akan diungkap. Febrie menjelaskan bahwa ketika memeriksa Airlangga, penyidik mencari keterangan mengenai keterkaitannya dengan korporasi tersangka.
Febrie menyatakan bahwa jika kebijakan Airlangga saat kelangkaan minyak goreng terbukti melanggar hukum, ia dapat dikenai Pasal 55-56 KUHP. Oleh karena itu, tim penyidik membutuhkan keterangan dari Lutfi untuk memahami hal ini.
Karena itu, rencana untuk mempertemukan Airlangga dan Lutfi dalam satu ruangan pemeriksaan tentu sangat dinanti oleh publik. Febrie melihat hal ini sebagai alternatif dalam proses penyidikan untuk memperoleh bukti mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kelangkaan minyak goreng yang disebabkan oleh izin ekspor CPO tersebut.
Febrie menegaskan bahwa fakta yang jelas adalah bahwa kebijakan dari kedua menteri tersebut menyebabkan kelangkaan minyak goreng karena semua minyak diekspor, yang telah dibuktikan dalam persidangan terkait adanya permainan korupsi terkait izin ekspor tersebut.
Penyidikan korupsi terkait CPO ini merupakan upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung terkait krisis dan kelangkaan minyak goreng nasional yang terjadi pada tahun 2021-2022.
Situasi ini berujung pada kenaikan harga yang tinggi di pasaran sepanjang Januari hingga Maret 2022.
Dalam persidangan terungkap bahwa kelangkaan minyak goreng ini disebabkan oleh kebijakan di Kementerian Perdagangan dan juga di Kementerian Koordinator Perekonomian yang memberikan izin ekspor CPO kepada sejumlah perusahaan produsen minyak goreng. Izin ekspor tersebut melebihi batas ketentuan dan menyebabkan kekurangan pasokan di tingkat nasional.
Kejaksaan Agung dalam melakukan pemanggilan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap 5 terpidana yang sudah dihukum rata-rata 5-8 tahun pidana penjara.
Dan ke 5 terpidana tidak dibebani uang pengganti sebesar Rp 6,47 T. Oleh karena itu, Kejaksaan Agung tengah berupaya atas pengembalian kerugian Negara (Recovery Asset) tersebut.
Penegasan Kejaksaan Agung telah diutarakan melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), I Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu (30/7/2023).
Menurutnya, korps adhyaksa ketika memanggil seseorang tidak berdasarkan tekanan, pesanan maupun isu ataupun rumor.
“Semua semata-mata untuk kepentingan pembuktian. Penyidik bekerja sudah on the track dan profesional,” tandasnya.
Sekadar untuk diketahui, Indonesia adalah merupakan produsen, eksportir, sekaligus konsumer terbesar minyak sawit dan produknya di dunia.
Indonesia menghasilkan 32 juta ton minyak sawit, mengekspor 22 juta ton dan mengonsumsi 10 juta ton minyak sawit, dari area seluas 10,3 juta hektar dan juga merupakan area perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. (*)