EKSPOS – Pengusutan kematian anak Afif Maulana (13 tahun) di Padang, Sumatera Barat (Sumbar) menapaki titik terang. Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Suharyono mengumumkan 17 anggotanya melanggar aturan, dan diduga melakukan perbuatan melanggar kode etik serta pidana.
Belasan anggota itu melakukan pelanggaran pengamanan dan antisipasi tawuran yang berujung tewasnya Afif Maulana, serta anak-anak remaja lainnya luka-luka akibat kekerasan, pada Ahad (9/6/2024).
Irjen Pol Suharyono memastikan, 17 personel tersebut semuanya berasal dari Satuan Sabhara Polda Sumbar. Pun Kapolda memastikan, akan menyeret 17 anggotanya itu ke sidang etik di internal Polri, juga akan membawa belasan anggotanya ke ranah pidana umum.
“Kami mengumumkan dari hasil penyelidikan, dan juga dari hasil pemeriksaan bahwa 17 anggota kami terbukti diduga memenuhi unsur (pidana),” kata Suharyono di Mapolda Sumbar, Padang, Kamis (27/6/2024).
Dia mengatakan, dari pemeriksaan internal juga terbukti, 17 anggota kepolisian tersebut, melakukan pelanggaran kode etik. Pelanggaran itu berupa tindakan yang tidak sesuai dengan SOP di dalam melakukan pengamanan, dan pemeriksaan.
Irjen Pol Suharyono menegaskan 17 personelnya itu, semuanya berasal dari Satuan Sabhara. “17 itu Sabhara semuanya. Dan 17 anggota itu akan kami sidangkan,” tegas Kapolda.
Belasan personel yang bersalah tersebut, kata Suharyono merupakan bagian dari 40-an anggota kepolisian yang diperiksa terkait dengan pengamanan, dan pemeriksaan anak-anak yang ditangkap lantaran disinyalir akan melakukan tawuran, pada Ahad (9/6/2024) subuh lalu.
Namun Kapolda, belum membeberkan nama-nama ataupun inisial 17 personelnya itu. Pun, kata dia, 17 anggota kepolisian antihuru-hara tersebut belum perlu dilakukan penahanan. Karena dikatakan dia, prosesnya pada saat ini masih dalam penyelidikan.
“Sekarang orang-orangnya (17 personel) masih menjalani pemeriksaan di Paminal untuk pemberkasan,” kata Kapolda.
Dia melanjutkan, pemeriksaan internal tersebut, sekaligus untuk menyusun rangkaian perbuatan, dan peran dari masing-masing pelaku atas tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak-anak tersebut.
Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) mendorong Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono agar tegas dan tuntas untuk memproses anggotanya yang diduga melakukan kekerasan atas kematian Afif Maulana (13 tahun) di Padang. Salah satunya, Kapolda harus menonaktifkan Direktur Samapta Bhayangkara (sabhara) Polda Sumbar.
Hal tersebut diungkapkan Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, kepada eksposnusantara.com dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/6/2024).
Menurut Ketua IPW, ketegasan perlu dilakukan oleh Kapolda Sumbar sesuai dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Surat Telegram Kapolri bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 tertanggal 18 Oktober 2021. Surat Telegram itu ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri saat itu yakni Irjen Ferdy Sambo.
Kapolda Sumbar Irjen Suharyono sendiri, Kamis (27 Juni 2024) telah mengumumkan 17 anggota dari satuan Sabhara Polda Sumbar diduga melakukan pelanggaran yang menyebabkan Afif Maulana meninggal dunia.
“Jadi kami sampaikan hari ini, dari hasil pemeriksaan terhadap 40-an anggota kami, kami sampaikan 17 anggota kami yang akan disidangkan karena terbukti memenuhi unsur (perbuatan pidana),” ungkap Kapolda Irjen Suharyono, seperti yang dilansir republika.co.id, Kamis (27 Juni 2024) dengan judul: “Kematian Anak di Padang, Dulu Menyangkal, Kini Polda Sumbar Akui Anggota Langgar Hukum”.
Diketahui sebagaimana dilansir, Afif Maulana ditemukan meninggal dengan kondisi tidak wajar mengapung di Sungai Batang Kuranji, dekat jembatan di jalan bypass, Kota Padang, pada Minggu (9 Juni 2024) pukul 11.55 WIB. Menurut LBH Padang, anak usia 13 tahun itu diduga meninggal karena disiksa anggota Polisi.
Semula Kapolda Sumbar membantah dan melindungi anggotanya. Bahkan Kapolda berkeinginan untuk mencari orang yang memviralkan peristiwa kematian tersebut. Keinginan itu ditentang oleh IPW.
Namun, setelah Kompolnas, Komnas HAM turun ke lapangan situasinya menjadi berubah. Kapolda Sumbar langsung intensif melakukan pemeriksaan terhadap anggotanya.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai Kapolda Sumbar sudah melaksanakan arahan sesuai Surat Telegram Kapolri nomor:
ST/2162/X/HUK.2.8./2021 dalam pencegahan kekerasan berlebihan oleh anggota Polri.
“Tinggal saat ini yang ditunggu adalah punishment terhadap atasan langsung dari personel yang berbuat kekerasan tersebut, serta melakukan proses pidana aniaya yang mengakibatkan mati dengan proses sientifik kriminal investigasi,” ungkap Sugeng.
Adapun arahan lengkap Surat Telegram yang ditujukan kepada seluruh Kapolda di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Agar mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi serta memastikan penanganannya dilaksanakan secara prosedural, transparan, dan berkeadilan.
2. Melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat.
3. Memerintahkan kepada Kabidhumas untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelas tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang terjadi.
4. Memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota pada fungsi operasional khususnya yang berhadapan dengan masyarakat agar pada saat melaksanakan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
5. Memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus memedomani SOP tentang urutan tindakan kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuataan dalam Tindakan Kepolisian.
6. Memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi, harus didahului dengan latihan simulasi atau mekanisme tactical wall game untuk memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tindakan secara teknis, taktis dan strategi.
7. Memperkuat pengawasan, pengamanan, dan pendampingan oleh fungsi profesi dan pengamanan, baik secara terbuka maupun tertutup, pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa.
8. Mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya, tidak melakukan tindakan arogan kemudian sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, menganiaya, menyiksa, dan tindakan kekerasan yang berlebihan.
9. Memerintahkan fungsi operasional, khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat, untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.
10. Memerintahkan para direktur, kapolres, kasat, dan kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku.
11. Memberikan punishment/sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melanggar disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya. (*)