EKSPOS – Presiden RI Joko Widodo diminta melunasi hutang konstitusi masa lalu terkait Gubernur Terpilih Lampung M. Alzier Dianis Thabranie dan mempertimbangkan untuk mengeksekusi demi tegaknya hukum dan konstitusi yang berkeadilan.
Bahkan diusulkan Pilgub Lampung untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung periode 2024-2029 ditiadakan. Sebagai gantinya, Presiden Jokowi melunasi hutang konstitusi masa lalu dengan melantik M. Alzier Dianis Thabranie sebagai Gubernur masa bhakti 2024-2029. Hal itu sesuai dengan putusan MA Nomor 437 tahun 2004 yang memenangkan gugatannya di pengadilan.
Menurut Alzier, putusan MA harus dilaksanakan, karena sudah inkracht. Negara harus membayar hutang konstitusi yang dilakukan secara semena-mena oleh Megawati saat menjadi presiden RI tahun 2004.
“Sebagai warga negara, saya sudah sangat dirugikan oleh pemerintahan era Megawati yang tidak melantik saya sebagai Gubernur Lampung periode 2003-2008. Padahal putusan pengadilan sudah inkracht. Sudah seharusnya pemerintah melantik saya sebagai gubernur sesuai putusan MA, tapi sampai sekarang tidak dilaksanakan juga. Pemerintah mengabaikan konstitusi dengan tidak melantik saya. Bayangkan, saya sudah menunggu 20 tahun, lho. Oleh karena itu, saya mohon pemerintahan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin meniadakan Pilkada Lampung 2024 dan melantik saya sebagai Gubernur Lampung Terpilih,’’ jelas Alzier, kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/2/2024).
‘’Saya berharap, Pak Jokowi sebagai Kepala Negara yang jujur dan tegas segera melunasi hutang negara kepada sayayang belum dibayar. Hak-hak saya dirampas, terpilih sebagai Gubernur Lampung tapi tidak dilantik. Saya ingin negara melaksanakan putusan MA dengan seadil-adilnya. Negara harus menegakkan konstitusi dan menjamin demokrasi di negara ini. Bukankah semua sama dimata hukum? Kenapa hukum dan hak konstitusi saya dikebiri?” ujarnya lagi.
Alzier menyebutkan negara harus konsisten dan berkomitmen menjalankan hasil demokrasi dan putusan pengadilan tersebut. Alzier juga menambahkan, Presiden Jokowi tidak seperti Megawati yang mengabaikan hukum dan kadernya sendiri.
“Istilah emak makan anaknya sendiri dalam politik ya saya ini,” cetus Alzier.
Selain itu, sambung Alzier, sebagai pemimpin seharusnya pada saat kadernya memenangkan Pilgub semestinya dihargai dan diayomi, bukan justru dicari-cari kesalahannya.
‘’Megawati tidak menggubris hasil demokrasi dan tidak mau melantik, saya malah dikejar-kejar, dicari-cari kesalahannya. Tidak ada pembelaan apapun dari partai. Ini pemimpin cap opo. Kok senang lihat kadernya dikuyo-kuyo. Lha kalau begini, mana ada kader yang betah. Jangan salahkan kalau saya meninggalkan PDIP dan masuk Golkar. Saya pikir, langkah yang diambil Pak Jokowi meninggalkan PDIP sudah benar. Ya, masak presiden dianggap petugas partai, yang bener saja, ’’ ungkap Alzier, yang saat mencalonkan diri sebagai Gubernur kala itu adalah Ketua DPC PDIP Lampung Selatan.
Alzier menilai, sistem pemerintahan pada era Megawati sangat amburadul dan buruk sekali. Banyak konstitusi yang dirubah, tidak menghormati hukum dan konstitusi. ‘’Sebagai contoh, ya saya sendiri. Saya adalah korban kezholiman penguasa yang Presidennya adalah Megawati, terpilih sebagai Gubernur Lampung dengan perjuangan yang amat berat, tapi presiden tidak mau melantik. Malah dicari cari kesalahannya, bahkan dengan sangat tega menindas hak-hak konstitusional saya,” pungkas Alzier. (*)