EKSPOSNUSA – Kejaksaan Agung menyebut jika terdapat cukup bukti Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) serta produk turunannya, termasuk minyak goreng, maka bisa dijerat pasal turut serta.
Karena, menurut pihak Kejaksaan Agung, pada peristiwa kelangkaan CPO dan produk turunannya, Airlangga bertindak sebagai Menko Perekonomian yang mengeluarkan arahan-arahan.
Jika ditemukan alat bukti yang kuat, menurut pihak Kejagung, Airlangga akan dijerat pasal penyertaan, yakni Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
“Kalau ternyata sama, dia 55 56, bersama-sama dia, memang kehendak dia, itu yang lagi diuji. Makanya perlu pemeriksaan lagi,” kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, seperti dikutip tribunnews.com, kemarin.
Penerapan pasal tersebut semakin dimungkinkan, sebab perkara perorangan korupsi minyak goreng sudah terbukti di pengadilan.
Baik di pengadilan tingkat pertama, banding, hingga kasasi, telah terbukti ada perbuatan melawan hukum.
“Yang di pengadilan kan sudah diputus bahwa ternyata ini memang ada permainan kan,” ujarnya.
Selanjutnya dikatakan, tim penyidik saat ini sedang mendalami irisan kebijakan-kebijakan Airlangga Hartarto dengan perkara 5 terpidana perorangan, yakni: mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati.
“Ketika minyak goreng ini langka, arahan dia, ada enggak irisannya dengan perbuatan melawan hukum yang sudah putus,” ujar Febrie.
Diketahui, Airlangga sendiri sudah diperiksa Kejaksaan Agung pada Senin (24/7/2023) lalu.
Kejaksaan Agung belum lebih lanjut mengungkap materi pemeriksaan terhadap Airlangga Hartarto.
Namun dipastikan, satu di antaranya mengenai kebijakan yang berdampak pada kelangkaan produk CPO dan turunannya di pasar domestik.
“Yang jelas, inti pemeriksaan kami untuk mengetahui sejauh mana tindakan penanggulangan dari Kementerian Koordinator Perekonomian dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng,” ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus pada Jaksa Agung Muda Bidan Tinda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (24/7/2023).
Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga perusahaan kelapa sawit sebagai tersangka korporasi dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng pada 15 Juni 2023.
Ketiga perusahaan tersebut, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup. Ketiganya terbukti dalam perkara ini berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun.
Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada Januari 2021 sampai Maret 2022 telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat Kasasi.
Lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 hingga 8 tahun. Kelima terpidana itu adalah mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.
Dalam putusan perkara ini, terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu majelis hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi koorporasi.
Oleh karenanya, majelis hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat di mana para terpidana bekerja). Maka dari itu korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.
Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak signifikan, yaitu terjadinya kelangkaan dan mahalnya minyak goreng sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat khususnya terhadap komoditi minyak goreng.
Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp6,19 triliun.
Diketahui, Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir sekaligus konsumer terbesar minyak sawit dan produknya di dunia.
Selama ini Indonesia mampu menghasilkan 32 juta ton minyak sawit, mengekspor 22 juta ton dan mengonsumsi 10 juta ton minyak sawit, serta memiliki area seluas 10,3 juta hektar yang merupakan area perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. (*)