EKSPOS – Terbukti korupsi dana retribusi tenaga kerja asing (TKA) sejak 2018 hingga 2019, Elpi Eriantoni, mantan Kepala Bidang (Kabid) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bengkulu Tengah, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu Tengah delapan tahun penjara.
“Terdakwa atas nama Elpi dituntut hukuman penjara 8 tahun kurungan,” kata JPU Kejari Bengkulu Tengah, Harys Ganda Tiar Sitorus, saat membacakan amar tuntutan di depan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu Agus Hamzah, Selasa (7/5/2024).
Ia menerangkan bahwa terdakwa terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan primer Jaksa yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 yat (1) ke-1 KUHP.
Dlam tuntutan Jaksa, terdakwa diduga menerima pembayaran retribusi untuk perpanjangan masa kerja TKA dari salah satu perusahaan di Kabupaten Bengkulu Tengah, kemudian uang tersebut dikirim ke rekening resmi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkulu Tengah dan oleh terdakwa dikelola sendiri dan langsung dicairkan di bank.
Namun, uang tersebut tidak disetor oleh terdakwa ke kas daerah (Kasda) seperti yang seharusnya, tapi digunakan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar.
Selain itu, terdakwa juga dibebankan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan dengan uang pengganti senilai Rp1,6 miliar, dan jika terdakwa tidak membayar maka harta benda terdakwa akan disita atau diganti hukuman penjara empat tahun penjara.
Pada kasus tersebut, hal-hal yang memberatkan lantaran terdakwa adalah residivis terkait kasus tindak pidana korupsi program penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkulu Tengah tahun anggaran 2018 hingga 2019 dengan total anggaran Rp1 miliar.
Pada kasus tersebut, terdapat dua jenis pekerjaan yaitu program padat karya infrastruktur yang terbagi di empat desa.
Kemudian, pada 17 Februari 2022 terdakwa divonis hukuman penjara satu tahun dan denda Rp50 juta subsider satu bulan serta membayar kerugian negara Rp416 juta.
“Terdakwa merupakan residivis, kemudian hingga saat ini tidak ada pengembalian kerugian negara,” terang Harys. (*)