EKSPOS – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah melakukan pemeriksaan selama 6,5 jam langsung menahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor sebagai tersangka korupsi pemotongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Pemeriksaan perdana Gus Muhdlor sebagai tersangka dimulai pukul 09.30 WIB, di Lantai 2 Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Sekitar pukul 15.45 WIB, Ahmad Muhdlor Ali, sudah memakai rompi warna oranye bertuliskan Tahanan KPK digelandang menuju ruang konferensi pers oleh petugas keamanan KPK.
Menurut Johanis Tanak, Wakil Ketua KPK, yang menyampaikan keterangan pers terkait perkembangan pengusutan kasus tersebut, KPK menemukan kecukupan bukti untuk menetapkan status hukum Ahmad Muhdlor Ali Bupati Sidoarjo sebagai tersangka.
“Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka AMA selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 7 sampai 26 Mei 2024 di Rutan Cabang KPK, dan bisa diperpanjang,” terang Tanak.
Seperti diketahui, Kamis (25/1/2024), KPK menangkap 11 orang yang diduga terlibat korupsi dalam operasi tangkap tangan di Sidoarjo, dengan barang bukti uang sebanyak Rp69,9 juta.
Usai melakukan pemeriksaan, Tim KPK menetapkan Siska Wati Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo sebagai tersangka.
Siska Wati diduga melakukan pemotongan insentif sekitar 10 sampai 30 persen dari setiap ASN BPPD Sidoarjo tahun 2023, yang totalnya mencapai Rp2,7 miliar.
KPK memperoleh informasi pemotongan dan penerimaan dana insentif itu antara lain dipakai untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo.
Selanjutnya, KPK memeriksa dan menetapkan Ari Suryono Kepala BPPD Sidoarjo.
Berdasarkan hasil pengembangan penanganan perkara, KPK menemukan bukti Gus Muhdlor memotong dan menerima uang yang tidak semestinya, dari lingkungan BPPD Sidoarjo.
Gus Muhdlor disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal penjara 20 tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar. (*)