EKSPOS – Kekerasan terhadap anak kembali terjadi. Seorang bocah di bawah umur dianiaya guru ngaji karena dituduh mencuri. Kasus ini mendapat perhatian serius Ketua Komisi 4 DPRD Pesawaran, Muhammad Rinaldi, dan sejumlah anggota komisi lainnya.
Tindakan main hakim sendiri ini bermula saat korban MRA (9) dipaksa kawan-kawannya untuk mencuri. Jika tidak mau, maka korban akan dimusuhi. Karena takut, akhirnya korban masuk ke rumah seorang ustadz di sebuah pondok pesantren di Desa Negeri Sakti, Pesawaran.
Apes, saat masuk area pondok, korban tertangkap pemilik kawasan pondok pesantren. Seorang ustadz pun kalap. Korban digebuki hingga babak belur. Tidak puas, korban disundut besi panas di punggung, perut, dan tangannya. Korban juga dipaksa mengaku mencuri uang senilai Rp 10 juta.
“Begitu dapat laporan tentang kasus penganiayaan anak di bawah umur ini, saya langsung berkoordinasi dengan ibu Maisuri. Saya minta tolong untuk mengawal kasusnya. Malam itu juga, Alhamdulillah dinas langsung turun untuk pendampingan korban,” ujar Ketua Komisi 4 DPRD Pesawaran, Rinaldi, saat ditemui di lokasi kejadian.
Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Pesawaran, Maisuri, bergerak cepat.
“Malam itu kami langsung kirim staf untuk dampingi korban ke rumah sakit, melakukan visum. Saat ini sedang dilakukan BAP oleh pihak kepolisian untuk proses hukumnya. Kami juga siap memberikan bantuan konsultasi psikiater apabila dibutuhkan oleh korban,” jelas Maisuri.
Menanggapi persoalan ini, Sekretaris Komisi 4, Yasser Syamsurya Ryacudu, sangat menyayangkan kasus kekerasan pada anak di bawah umur yang terjadi di pondok pesantren.
“Praktik main hakim sendiri seperti ini kan menyalahi aturan hukum, apalagi ini korbannya anak-anak yang masih bisa dibina dengan teguran,” ujar Yasser. Informasi yang diterima, pondok pesantren tersebut ternyata belum berizin. (*)